Serigala Di Sekitar John Lennon
Edisi: 41/14 / Tanggal : 1984-12-08 / Halaman : 39 / Rubrik : SEL / Penulis :
"Waktu John meninggal, saya pikir itulah nestapa yang paling gawat. Ternyata, itu baru sebuah awal," tulis Yoko Ono dalam catatannya, musim panas 1983.
Sesudah John meninggal, yang muncul ternyata daftar panjang "pengkhianatan" dari bekas orang-orang dekatnya sendiri. Para pegawai, malahan juga pemuja, ramai-ramai merampok atau berusaha menggaet keuntungan dari nama komersialnya yang besar.
Tulisan David dan Victoria Sheff ini, di majalah Playboy mempertunjukkan sisi lain arti seorang superbintang yang semasa hidupnya dihujani begitu banyak cinta, dan yang muncul bagai seorang pemimpin spiritual di sebuah masyarakat yang, kata orang, pada dasarnya semata-mata bersemangat benda.
Tanggal 9 Desember ini genap empat tahun "rasul" itu ditembak orang tak waras.
NOVEMBER 1980
Cahaya pagi musim dingin menggores jendela dapur apartemen besar milik John Lennon - satu di antara enam apartemennya di Dakota, kawasan apartemen mewah di sisi barat Manhattan, New York, Amerika Serikat. John terkantuk-kantuk di meja makan sembari membaca koran, sementara asap masih mengepul dari cangkir kopinya. Fred Seaman, asisten berambut pirang yang usianya menjelang 30, mengenakan kaus oblong bertuliskan IMACINE, masuk dari tangga yang menu ju halaman dalam, menenteng setumpuk surat dan majalah. John, sambil terus terpaku pada koran di hadapannya, mengulurkan tangan minta koran yang memuat berita musik.
Double Fantasy, album John, baru saja diedarkan. Seaman menyodorkan lembaran Billboard dan Cashbox yang memuat berita album itu. Yoko Ono bergegas dari dapur, menomplok di punggung John ikut membacai kolom "100 teratas". Sebenarnya sudah ada pemberitahuan dari David Geffen, pengusaha rekaman yang dipilih Ono untuk mengedarkan Double Fantasy, bahwa album tersebut masuk peringkat ke-25, tapi John ingin melihatnya sendiri di koran.
John menyeringai dan mengerjap ke arah Yoko. "Lumayan, 'kan, Ma?" katanya. Ia lantas meraih pena merah dan melingkari Number25. Dengan spidol lalu menarik garis berpanah ke nomor 1, dan mencoret nama album Barbra Streisand, Guilty. "Mestinya di sini ya," katanya lagi sambil terkekeh, dan lembaran Billboard ia letakkan di laci meja dapur yang terbuat dari kayu.
Telepon berdering. Mioko Onoda, pembantu Jepang mereka, meraihnya, kemudian memberitahu Yoko bahwa Rich De Palma ingin bicara. De Palma adalah manajer Lenono, lembaga bisnis John dan Yoko yang menempati seluruh lantai satu apartemen itu - yang dikenal dengan sebutan Studio One. Yoko menjawab sejibun pertanyaan De Palma, menyangkut berbagai permohonan interviu - antara lain dari Barbara Walters. Terdengar Yoko memberitahu Palma bahwa ia akan segera turun untuk menandatangani setumpuk cek yang sudah disiapkan .
Sebelum meletakkan gagang telepon, Yoko minta supaya disediakan limusin pukul 2 siang, waktu yang sudah direncanakan untuk pergi ke studio rekaman. John dan Yoko tengah mengerjakan Milk and Honey, runtutan album Double Fantasy - album pertama John dalam lima tahun ini. Sehabis bicara di telepon, Yoko membungkuk mencium John, memberitahu bahwa ia akan ke Studio One sebentar. John mengangguk dan maklum, karena memang Yoko yang menangani bisnis keluarga itu.
Di lantai bawah, dikelilingi lemari-lemari arsip yang bertuliskan logo APPLE dan HOLSTEIN COWS, Yoko duduk menandatangani cek, menelepon ke sana kemari, memanggil lewat interkom. Sesudah kesibukan itu, sesuai dengan rencana, Yoko mengajak John jalan-jalan sebentar, minum kopi di warung sebelum menuju studio rekaman.
Beberapa menit kemudian John turun, mengenakan baju dan celana hitam, menenteng kaca mata yang terbuat dari kulit penyu. Bergandengan tangan keduanya berjalan menyusuri lorong-lorong Dakota. Rambut Yoko yang hitam dan tebal diikat ke belakang, matanya terlindung oleh kaca matanya yang lebar. Udara cerah, tapi angin bertiup kencang dan hawa dingin menusuk. John mengeluh karena lupa membawa mantel. Yoko pun hanya mengenakan sweater tipis dan merasa dingin. Maka, sembari tetap jalan, keduanya berangkulan makin lengket.
Seperti biasa, di luar kompleks Dakota beberapa penggemar menunggu dengan sabar termasuk Jeri Moll dan Jude Stein, dua cewek yang sudah berusia 30 tapi selama lima tahun ini hampir tiap malam dengan tabah menunggui pujaannya lewat di pojok pintu gerbang Dakota. Mereka cuma bergumam senang sewaktu pasangan John dan Yoko memberi salam.
John dan Yoko terus berjalan menuju Columbus Avenue, masuk Jalan No. 71, lantas berhenti di Cafe La Fortuna, nongkrongdi situ untuk nyemiL Mereka memang mencoba untuk makan cemilan melulu, tanpa makan besar.
Obrolan di warung kopi ringan-ringan saja. Mereka berkelakar soal kegemaran baru anak mereka, Sean, seperti yang dilaporkan pengasuhnya, Helen Seaman, yang menjagai Sean pada saat-saat John sibuk - Helen tante Fred Seaman.
John mengeluh sedih. Dalam pengerjaan album kali ini ia merasa telah berpisah dengan Sean terlalu lama. "Akhir minggu ini dia kita suruh pulang saja, ya. Walaupun kita lagi kerja," katanya. Yoko mengiyakan.
Kembali ke Dakota mereka memberikan pesan-pesan, dan menunggu di kantor. Rich dan Greg Martello ada di situ - seperti biasanya mengatur arsip. Kedua pemuda bersaudara ini beberapa bulan lalu menyusup masuk ke bangunan apartemen pahlawan mereka, John Lennon, hanya sekadar untuk sebuah lelucon. Tentu saja mereka ditangkap. Karena dianggap tidak membahayakan, mereka malah dipekerjakan.
Keputusan begitu memang menggelikan. Dankeputusan bisnis John sering dipengaruhi Yoko. Memang, secara janggal John, si jutawan rock and roll jadi sangat penurut dan merasa telah bersikap merakyat.
Dengan limusin mereka menuju studio rekaman. Tampang Sean, dalam foto berwarna, terpancang di ruangan kotak kaca di studio tempat keduanya bekerja menyelesaikan album baru. Mereka biasa bekerja di situ sampai malam.
Hari itu tak ada kejadian istimewa. Pasangan yang penuh warna ini - setelah dulu hidup dalam hiruk-pikuk, disusul dengan ketertutupan yang misterius - kini bangkit dalam kreativitas yang mengagumkan, bagai sebuah anugerah, ketika John mencapai usia 40. "Hidup bermula pada usia 40, kan," kata John suatu waktu pada seorang wartawan yang menginterviunya - "seperti menghadapi cakrawala baru."
* * *
9 Desember 1980
Beberapa menit lewat tengah malam, kengerian di apartemen John Lennon tak juga mau mereda. John, si superstar, dibunuh orang sekitar satu jam yang lewat. Orang-orang yang selama ini menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari tak sanggup menanggung musibah itu. Tak juga bisa bertindak apa-apa, selain mencoba mendekati apartemen yang dijaga.
Kerumunan makin membesar saja. Sebagian gerombolan manusia itu saling memegang tangan. Dalam cahaya ribuan lilin, air mata mereka berlinangan dan tubuh mereka menggigil dalam kesedihan. Sebagian lagi terkapar lena di pojok Central Park West dan Jalan No. 72. Polisi berkuda membantu para staf John membelah kerumunan itu. Yoko Ono, ditemani Geffen, dapat disusupkan lewat pintu belakang apartemen yang langsung masuk dapur.
Dengan perasaan beku Yoko meminta De Palma menelepon tiga orang: Julian Lennon, anak laki-laki John dari perkawinannya yang pertama, yang saat itu sudah berusia 17, Mimi Smith, bibi John Lennon, yang telah membesarkannya, dan Paul McCartney.
Yoko kemudian menyingkir dan membenamkan diri di kamar. Sementara itu, dari jalanan masih terus terdengar suara gemuruh massa yang menggema ke koridor. Tak kurang dari 5.000 orang berbaris dan membuat lalu lintas di sisi barat Manhattan macet total. Mereka menyanyikan Imagined an Give Peace a Chancedalam nada rendah yang menggiriskan hati. Bak paduan suara, mereka pun melagukan Dear Yoko.
De Palma bertahan di kantor Lenono, di lantai bawah, sibuk melayani telepon-telepon yang masuk. Lampu sinyal di konsul telepon terus berkelap-kelip. Satu telepon membuat De Palma senang - dari Elliot Mintz, salah seorang teman dekat Mendiang John. Elliot mengatakan akan segera datang dari Los Angeles.
Dua jam kemudian Mintz memang datang. Setelah bersusah payah menembus massa, ia naik ke tempat tinggal John, tapi toh gagal menemui Yoko yang tetap membenamkan diri di kamar. Mintz lantas turun ke Studio One, bergabung dengan orang-orang Lenono.
Mereka terdiri dari para asisten, pengacara, dan kalangan bisnis. Ada juga David Warmflash, ahli hukum yang sekali waktu pernah bekerja untuk John. Geffen juga disitu, dan dialah yang mengangkut John ke rumah sakit…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…