Zaman Berubah, Tuntutan Berubah

Edisi: 33/23 / Tanggal : 1993-10-16 / Halaman : 36 / Rubrik : NAS / Penulis : AKS


PERJALANAN waktu tak melapukkan ingatan orang terhadap sejumlah nyawa yang melayang. Setelah meletup insiden Sampang, beberapa insiden berdarah lainnya kembali dibicarakan: Tanjungpriok, Lampung, dan Haur Koneng. Berikut komentar sejumlah tokoh dan pelakunya:

H. Mohammad Noer, 75 tahun, mantan Gubernur Jawa Timur, sesepuh masyarakat Madura

Saya mendengar berita tentang peristiwa Sampang ketika berada di Shanghai, 27 September lalu. Anak saya menelepon dari Surabaya. Saya prihatin. Saya ini orang Madura. Saya lahir dan dibesarkan di Sampang. Baru tahun 1967 saya meninggalkan Madura ke Surabaya. Saya perlu menekankan ini agar orang tahu bahwa apa yang saya katakan adalah karakter orang Madura.

Saya pernah lama menjadi gubernur. Jadi, saya bisa mengatakan bahwa seorang kepala daerah harus tahu sifat dan tabiat rakyatnya. Untuk itu, seorang kepala daerah harus selalu dekat dengan rakyat. Sifat orang Madura menjunjung tinggi keadilan dan kehormatan. Kalau dia diperlakukan tak adil, berontaklah dia. Kalau dia tak dihormati, dia melawan.

Orang Madura melakukan carok, dasarnya karena merasa dilanggar kepribadiannya. Carok bukan cuma menyangkut persoalan yang lebih besar. Urusan rumput saja bisa menimbulkan carok. Kita mengetahui bagaimana keringnya Madura. Ketika hujan turun, rumput pun bertumbuhan di galangan.

Untuk menandakan itu rumput miliknya, biasanya orang Madura menancapkan bambu di tengah galangan, yang berarti, "Ini milik saya." Maka, kalau ada orang lain yang mengambil rumput di situ, carok terjadi. Mengukur tanah tanpa izin pemiliknya, ya beginilah akibatnya.

Eratnya ulama dengan rakyat di Madura tak ada tandingannya. Apa pun yang ingin kita kerjakan, apalagi itu menyangkut kepentingan rakyat, jangan lupa ulama. Umara (penguasa) jangan jalan sendiri. Ulama dan umara adalah satu. Di samping karena rasio, kita ajak ulama sebagai orang yang memegang rohani rakyatnya. Ini intinya.

Saya tahu, rencana pembangunan Waduk Nipah adalah proyek yang terhormat, yang bertujuan meningkatkan kehidupan rakyat yang serba miskin di Madura. Ulama sudah sepakat bahwa kemiskinan adalah musuh agama. Jelas itu. Pengukuran tanah itu seharusnya bisa diatur tanpa harus menyinggung perasaan rakyat. Pengukuran di lapangan mestinya dilakukan setelah rakyat benar-benar mengerti apa maksud dan tujuan proyek itu.

Dalam masyarakat gotong-royong, pengorbanan suatu pihak untuk suatu program pembangunan adalah lumrah. Si pemilik tanah harus menyerahkan tanah beserta harta miliknya. Tapi banyak cara yang bisa ditempuh, agar mereka yang harus berkorban itu tidak merasa dirugikan. Saya sarankan kepada Pemerintah agar rakyat yang tadinya memiliki tanah juga bisa memanfaatkan air waduk, sehingga mereka tetap merasa ikut menikmati haknya. Maaf, jika saya agak emosional.

Laksamana Muda Abu Hartono, Ketua Fraksi ABRI di DPR-RI

Semua menyesalkan peristiwa…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?