Siapa Berani, Menang Atau Mati

Edisi: 34/14 / Tanggal : 1984-10-20 / Halaman : 33 / Rubrik : SEL / Penulis :


SUARA perahu bermotor terdengar mendekat. Dan di darat, Sersan Don 'Lofty' Large memberi isyarat kepada ketiga anak buahnya yang bertiarap tersembunyi. Debar jantung semakin cepat, sementara tangan mereka secara otomatis melepas kunci pengaman senjata masing-masing. Sementara itu, taktik penyerbuan yang telah disusun sang sersan berputar-putar di kepala para anak buah. Sebuah taktik yang sederhana tapi harus dilakukan secara persis untuk menjamin berhasilnya tujuan: kehancuran sasaran dan keselamatan pihak penyerang.

Faktor keselamatan itulah yang menyebabkan sang sersan, yang tingginya hampir dua meter ini, memerintahkan mereka hanya menembak setelah perahu sasaran melewati posisi mereka - di tikungan Sungai Koemba, Kalimantan, tak sampai 10 km dari perbatasan dengan Serawak. Dengan demikian, mereka akan menembak bagian belakang perahu - hingga berlubang dan tenggelam - sementara kemungkinan balasan dari awaknya akan menemui jalan buntu. Harap diingat, jumlah mereka cuma empat orang, sementara awak perahu bisa mencapai tiga kali jumlah itu. Belum lagi kemungkinan datangnya bantuan, mengingat mereka berada di wilayah Indonesia yang saat itu, 13 Mei 1965, jadi musuh mereka.

Perahu semakin mendekat - dan bentuknya mulai tampak di mata sersan dari Resimen 22 Special Air Service (SAS) ini. Sebuah perahu pesiar warna putih berukuran 15 meter, dengan bendera merah putih di buritan, melaju membelah sungai selebar 40-an meter.

Adanya bendera itu benar-benar menambah ketegangan anggota kesatuan elite Inggris ini. Sebab, hasil pengamatan mereka sejak pagi hari menunjukkan, hanya perahu berisi serdadu yang mengibarkan bendera RI. Apalagi di anjungan ternyata terdapat bendera bercorak lain, yang dalam pikiran Sersan Large merupakan tanda adanya pembesar di dalam kendaraan air itu.

"Kita sikat perahu ini," bisik sersan veteran Perang Korea ini kepada para anak buahnya. Mereka adalah Prajurit Pete Scholey, Prajurit Paddy Millikin, dan Prajurit Kevin Walsh - masing-masing memegang senapan SLR kaliber 7,62 mm yang cukup ampuh untuk menenggelamkan perahu kayu. Kelelahan berjalan kaki empat hari sebelum tiba di lokasi ini seperti hilang dari ingatan: tekanan pada picu senjata semakin teguh, sementara telinga seperti tak sabar menunggu komando menyerbu.

Tapi, komando itu tak pernah datang - sampai perahu menghilang.

Beberapa hal membuat Sersan Large ragu. Misalnya saja, awak kapal berpakaian sipil - hingga ada kemungkinan perahu itu berisikan pembesar nonmiliter. Jika terjadi penyerbuan terhadap sasaran sipil, Sersan khawatir akan tumbuh dampak politis yang merugikan negaranya. Apalagi izin langsung menyerbu sebetulnya belum didapat. Di samping itu, lebih penting, ada kejadian lain yang berlangsung di saat perahu itu lewat sekitar 15 meter di depan. Persis saat tangan kiri Sersan akan diangkat untuk memberi perintah menyerang, seorang wanita (ramping, berambut hitam, bergaun putih) keluar dari anjungan!

"Seorang wanita! " bisik Sersan. "Tak mungkin kita tembak." la mengibaskan telapak tangannya memerintahkan pembatalan penyerbuan. Ia yakin sudah, perahu itu berisi penumpang sipil.

Padahal, menurut Peter Dickens, penulis buku SAS, The Jungle Frontier yang menjadi bahan tulisan ini, perahu itu berisi Kolonel Moerdani - yang ditulisnya sebagai Komandan Pasukan Para Indonesia. Keterangan ini didapat berdasarkan pengakuan Jenderal Moerdani yang bertemu dengan Sersan-Sersan (ketika itu) Walsch dan Scholey, saat berkunjung ke markas SAS di Inggris 12 tahun kemudian.

Peter Dickens, cicit pengarang terkenal Charles Dickens, mengaku menulis tentang operasi SAS di Kalimantan pada 1963-1966 ini atas permintaan anggota SAS yang dikenalnya. Rupanya, anggota SAS ini beranggapan, latar belakang Charles Dickens sebagai kapten angkatan laut Inggris - yang mendapat banyak medali - itu dapat membuat tulisan tentang SAS yang bisa menetralisasikan anggapan negatif tentang kesatuannya.

* * *

Tugas SAS yang banyak diliputi rahasia memang menjadi makanan empuk media massa yang cenderung sensasional. Dari pemberitaan seperti itu muncul gambaran anggota SAS sebagai sekumpulan pembunuh berdarah dingin, terutama setelah ditemukannya mayat-mayat yang diduga anggota IRA di Irlandia sejak 1976.

IRA adalah gerakan bersenjata yang menginginkan merdekanya Irlandia Utara dari Inggris. Tertangkapnya beberapa anggota SAS di wilayah Irlandia dekat perbatasan Inggris, oleh penjaga perbatasan Irlandia, memperkuat dugaan umum keterlibatan kesatuan Inggris itu. Alasan SAS, bahwa kehadiran mereka karena tersesat, umumnya tak dipercaya. "Untuk kesatuan yang dikenal mampu menembus padang pasir Sahara tanpa bantuan kompas, alasan ini tak masuk akal," tulis Time tentang peristiwa itu.

Publisitas buruk yang tentunya mendapat dorongan dari IRA itu baru berbalik arah ketika SAS, dalam operasi yang menakjubkan, menyerbu kedutaan Iran di London, 1980. Liputan televisi dalam operasi yang berlangsung 11 menit itu membuat nama SAS populer, hingga banyak media massa memuat cerita SAS dengan nada positif. Keadaan itulah, agaknya, yang menyebabkan pihak SAS bersedia memberi keterangan kepada beberapa penulis yang kemudian menerbitkannya dalam bentuk buku. Rupanya, mereka mulai belajar memanfaatkan media cetak.

Itu tentu tak masuk dalam hayangan David Stirlin. ketika ia membuat konsep SAS di sebuah rumah sakit di Mesir, 1940. Pendaki gunung yang baru lulus dari Universitas Cambridge ini tadinya masuk dalam Kesatuan Scots Guardian, lalu mengajukan diri masuk kesatuan komando. Bertubuh tegap, dengan tinggi lebih dari dua meter dan berpengalaman mendaki Pegunungan Rocky, Stirling memang materi komando ideal.

Di bawah pimpinan Jenderal Robert Laycock, kesatuan komando ini mulanya direncanakan untuk menyerbu Rhodesia. Namun, dalam kekacauan suasana perang, Letnan Dua David Stirling menemukan dirinya berada di Iskandariah, Mesir. Di sini ia berkenalan dengan Jock Lewes, lulusan Universitas Oxford, yang juga menjadi perwira komando. Keduanya segera bersahabat, dan membuat banyak rencana untuk menghancurkan jalur suplai Jerman Barat di gurun pasir barat Afrika.

Kebetulan, sebuah paket berisi 50 parasut yang seharusnya dikirimkan ke India jatuh ke tangan Lewes. Kedua sahabat ini segera memanfaatkannya untuk berlatih, bersama dua teman mereka. Untuk itu, para perwira yang belum pernah terjun ini memanfaatkan sebuah pesawat Valencia tua dalam latihan, dan mengikat tali statik pembuka parasut mereka pada kaki kursi di pesawat. Celakanya, bentuk kapal terbang tua itu sedemikian rupa sehingga kemungkinan parasut menyangkut di ekor pesawat sangat besar. Dan itu terjadi pada David.

Payungnya robek. Dan tubuh yang beratnya lebih dari satu kuintal itu terhempas ke batuan keras, luka dipunggung, dan lumpuh.

Toh semangatnya tak ikut runtuh. Istirahat di rumah sakit dimanfaatkannya untuk menulis konsep kelahiran SAS, dengan sebuah pinsil. Idenya sederhana. Menurut perwira ini, penyerbuan ke garis belakang musuh sebenarnya tidak memerlukan dukungan angkatan laut atau harus dilakukan oleh satuan komando yang besar. Ia berpendapat, penyusupan para penyabot dengan parasut untuk menghancurkan lapangan terbang musuh dapat memberi hasil yang sama seperti penyerbuan satuan komando dengan personil 20 kali lipat.

Setelah dua bulan dirawat, David Stirling sudah dapat berjalan dengan menggunakan penyangga. Ia memutuskan untuk menyampaikan konsep tertulis itu, secara pribadi, kepada panglima Sekutu di Timur Tengah, Jenderal Sir Claude Auchinleck. Menyadari kecilnya kemungkinan seorang perwira pertama untuk menghadap Panglima, Stirling memutuskan menghadap tanpa perjanjian.

Tingginya pagar kawat yang mengelilingi markas Panglima tak menjadi halangan. Meninggalkan kedua alat penyangganya di luar, ia berhasil melompati pagar. Ia pun berjalan tertatih-tatih ke dalam, dan membuka banyak pintu kamar - sebelum mengetahui bahwa Jenderal Auchinleck sedang keluar. Pada saat itu petugas keamanan mulai menyadari kehadiran seorang tamu tak diundang. Beruntung Stirling berhasil menemui Deputi Panglima Letnan lenlral Neil Ritchie. beberapa saat sebelum petugas keamanan menemukannya. Begitu selesai memberi hormat kepada Jenderal yang masih terkejut ini, Stirling berkata. "Tuan. saya pikir sebaiknya Anda memperhatikan ini," sambil memberikan catatannya.

Jenderal Ritchie membaca sekilas catatan itu. Kemudian mengajak Stirling berdiskusi. Akhirnya, ia diberi wewenang mengumpulkan 66 anggota komando Laycock - yang dalam proses dibubarkan untuk membentuk kesatuannya. Malahan, Stirling juga naik pangkat menjadi kapten, dan kesatuannya berada langsung di bawah Panglima.

Promosi seperti itu, tak mengherankan, mengakibatkan banyak yang iri. Masuk akal pula jika untuk mendapatkan suplai saja dijumpai banyak kesulitan. Misalnya, untuk kesatuan baru ini cuma diberikan tiga buah tenda dan sebuah truk. Hanya, yang penting, Stirling tak banyak kesulitan dalam mengumpulkan anak buah. Untuk itu, kemampuannya membujuk menjadi sebuah legenda dalam sejarah SAS. Jock Lewes, seperti mudah ditebak, menjadi perwira pertama yang mendaftar. Proses kelahiran SAS pun mulai.

Dan seperti umumnya sebuah kelahiran, SAS mengalaminya dengan penderitaan. Ini terjadi di tempat mereka berlatih, di sebuah desa bernama Kabrit, sekitar 150 km dari Kairo. Ketika itu latihan terjun payung akan dilakukan - setelah selesai latihan membaca peta, long march, dan bongkar pasang berbagai jenis senjata, termasuk buatan negara lawan. Kesulitan utama adalah mendapatkan pelatih terjun yang bermutu. Maklum, di pusat latihan terjun payung Inggris sendiri hal yang sama terjadi. Patut diingat bahwa kelahiran teknik terjun payung masih sangat baru. Pasukan pun berlatih seadanya. Sebelum terjun, misalnya, mereka melompat dulu dari truk yang berjalan dengan kecepatan 45 km per jam.

Waktu terjun tiba. Kini digunakan pesawat terbang jenis Bombay yang lebih cocok daripada Valencia. Stirling pun melompat dalam dua kali penerbangan yang pertama. Kedua-duanya berjalan sempurna.

Dalam penerbangan ketiga, ia sengaja tetap di darat untuk memperhatikan apakah cara mendarat yang dilakukan sudah benar. Dan betapa terkejutnya dia ketika dua penerjun pertama jatuh di depannya dengan payung tetap tertutup. Penerjun ketiga hampir menyusul, tapi bisa dihentikan si kepala penerjun. Stirling segera menyetop latihan hari itu, untuk dimulai kembali keesokan paginya. Ia menyelidiki mengapa kecelakaan itu terjadi.

Dan petang itu pula diketahui penyebabnya. Ternyata, cincin penjepit…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…