Setelah Darah Dan Dendam, Apa Lagi?
Edisi: 37/14 / Tanggal : 1984-11-10 / Halaman : 17 / Rubrik : LN / Penulis :
BERTUTUPKAN hamparan anyelir putih, jenaah Shrimati Indira Priyadarshini Gandhi, 67, diusung di kereta meriam yang terbungkus kembang ungu. Wajahnya terlihat dari balik kain jingga yang tembus cahaya - lebam dan lelap. Diperkirakan, satu juta penduduk dari pelbagai pelosok India datang ke New Delhi untuk melihat wajah itu dan memberi penghormatan terakhir kepadanya. Demikian pula pemimpin dari 40 negara di dunia - diantaranya tampak PM Inggris Margaret Thatcher, PM Uni Soviet Nikolai Tikhonov, PM Jepang Yasuhiro Nakasone, menlu Amerika Serikat George Shultz, dan wapres Indonesia Umar Wirahadikusumah.
Satu pembantaian kejam, 31 Oktober pagi, telah merenggut Indira dari rakyat dan negeri yang dicintainya. Pagi itu, pukul 9.40, Almarhumah meninggalkan gedung tempat ia biasa menyelenggarakan darshan - audiensi langsung yang dikhususkan Indira untuk rakyat jelata. Di tengah jalan menuju rumahnya, sang perdana menteri dihampiri tiga prajurit Sikh, pengawal pribadmya. Indira menangkupkan kedua tangan, dan mengucapkan "namaste" - salam hormat sesama warga India.
Tiba-tiba saja, dalam sepersekian detik sang pemimpin diberondong peluru. Indira tersungkur, dan roboh dalam genangan darah. Tubuh yang terluka berat di bagian dada dan perut ini segera dilarikan ke rumah sakit. Tapi menjelang sampai, ia sudah tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Tim dokter mengeluarkan 16 peluru dari tubuhnya - sama banyak dengan jumlah peluru yang menewaskan pemimpin Sikh militan Bhindranwale, di Kuil Emas, tempat ibadat umat Sikh, Juni berselang. Dan India kehilangan seorang pemimpin, pemersatu, pejuang yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk bangsa dan negara.
Sehari sebelumnya, di Negara Bagian Orissa, Indira memang telah menyebut-nyebut soal mati. Katanya, jika harus mati dalam mengabdi negara, ia akan bangga. "Setiap tetes darah saya," ucapnya di depan khalayak ramai, "akan memberikan sumbangan serta membuat negara ini menjadi kuat dan dinamis." Indira, yang terkenal intuitif, kali ini tidak segera menangkap firasat itu. Ia juga mengabaikan laporan inteligen tentang adanya gerombolan pembunuh yang menyusup dari luar dan bermaksud membunuhnya.
Indira, yang sejak kecil memang tidak kenal takut, tak mengindahkan peringatan inteligen itu. Rencana berkeliling…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Serangan dari Dalam Buat Arafat
1994-05-14Tugas berat yasser arafat, yang akan masuk daerah pendudukan beberapa hari ini, adalah meredam para…
Cinta Damai Onnalah-Ahuva
1994-05-14Onallah, warga palestina, sepakat menikah dengan wanita yahudi onallah. peristiwa itu diprotes yahudi ortodoks yang…
Mandela dan Timnya
1994-05-14Presiden afrika selatan, mandela, sudah membentuk kabinetnya. dari 27 menteri, 16 orang dari partainya, anc.…