Ia Merawat Seekor Burung Yang Terluka

Edisi: 47/12 / Tanggal : 1983-01-22 / Halaman : 77 / Rubrik : TK / Penulis :

SATU jam menjelang detik-detik proklamasi kemerdekaan Bung Karno masih terbaring di kamar. Suhu badannya naik, meriang. "Rasanya pating greges (panas dingin)," katanya kepada dokter pribadi yang merawat. Dokter segera menyuntik dan memberikan tablet. Tak lama kemudian suhu badan Bung Karno berangsur-angsur turun -- dan hari itu dia memproklamasikan kemerdekaan.

"Ketika itu penyakit malaria yang didapat Bung Karno di Makasar di zaman Jepang, kambuh," tutur Dr. R. Soeharto yang selama seperempat abad (1942-1967) menjadi dokter pribadi Presiden RI pertama itu. Menurut Soeharto. selain mengidap malaria, Bung Karno juga sering pilek dan sakit tenggorokan. Bahkan juga kencing batu, yang karena lama diidapnya menyebabkan sebuah ginjalnya dipotong.

Soeharto, alumni Fakultas Medica Bataviensis (1935) dan mendapat gelar doktor pada 1937, juga menjadi dokter pribadi Bung Hatta, Wakil Presiden RI pertama itu. Bahkan dia pula yang mendampingi Bung Karno ketika meminang Rahmi -- beberapa waktu setelah proklamasi -- untuk Bung Hatta. Lewat kedua pemimpin itu pula Soeharto mengenal, dan kemudian sering merawat beberapa pemimpin seperti M.H. Thamrin, KH Dewantara Jenderal Soedirman.

Perkenalannya dengan Bung Karno melalui proses yang tidak istimewa. Suatu hari Bung Karno mengantar anak angkatnya, Ratna Djuami, ke tempat praktek Dr. R. Soeharto di Kramat Raya 128 (kini Apotek Titimurni) Jakarta. Ketika itu hanya ada lima dokter partikelir berpraktek di Jakarta. Sisanya dokter Belanda atau dokter pegawai kolonial. "Pertama kali saya dipanggil Bung Karno sebagai dokter pribadi pada akhir 1942 untuk mengobati flu," tutur dokter kelahiran Tegalgondo, Surakarta itu.

24 Desember lalu yaitu pada ulang tahunnya yang ke-70, Penerbit Gunung Agung memperkenalkan buku otobiografi Soeharto -- disunting oleh penulis Soegiarta Sriwibawa. Ada…

Keywords: -

---

Foto Terkait