Jalan Hidup Memang Terkadang Aneh

Edisi: 01/13 / Tanggal : 1983-03-05 / Halaman : 38 / Rubrik : SEL / Penulis :


KISAHNYA dimulai pada penghujung 1941. Dunia sedang berada dalam. bayangan masa depan yang tidak pasti. Ancaman perang Jepang sudah melintasi Indocina, dan menjatuhkan bayangannya yang panjang ke kawasan Hindia Belanda. Protes Amerika Serikat terhadap gerak maju itu bagai anjing menggonggongi kafilah.

Dan, seperti tidak habis-habisnya, berbagai kisah anak manusia lalu muncul ke permukaan--setelah perang usai. Hal Drake, penulis senior pada Pacific Stars and Stripes, mencoba mengungkapkan salah satunya: pengalaman dua serdadu yang sebelumnya telah berperang di pihak yang bermusuhan. "Dari rangkaian penderitaan, kedua orang itu mendapatkan pelajaran yang sama," katanya dalam sebuah tulisan di majalah PHP, Desember kemarin.

Jacob DeShazer berusia 28 tahun pada akhir 1941. Waktu itu ia baru saja mengalami nasib sial dalam mencoba beternak kalkun. Tidak kurang dari US$1.000 uangnya terbenam habis dalam bisnis keparat itu.

Dan Madras, kota kediamannya, bukanlah tempat yang terlalu menarik. Apalagi untuk orang seusia DeShazer. Ini bukan Madras di India, Lho. Terletak di Negara Bagian Oregon, kota Amerika itu kecil saja; hanya berpenduduk 300 orang. Jalan raya utamanya lapang, dan lengang. Sekali-sekali melintas mobil Ford model A, atau Packard dan Maxwell kuno. Bangunan-bangunannya lugu dan agak bego, membuat orang teringat pada suasana kota perbatasan zaman Buffalo Bill. Madras memang tidak banyak berubah sejak pemukim pertama menginjakkan kakinya di sana.

Namun, kota itu sesungguhnya tidak terlalu jelek. Terselip di sela gunung-gemunung, udaranya lumayan nyaman. Penduduknya bagai terpulau, jarang berhubungan dengan orang luar. Dalam keadaan seperti itu koran menjadi jendela yang amat penting untuk meninjau dunia lain di seberang sana.

Dan DeShazer, tokoh kita ini termasuk anak muda yang paling getol mencari bacaan. Kecuali koran lokal, ia juga rajin berusaha mendapat media informasi dari kota yang agak besar, di kawasan pegunungan itu juga. Nah, dari bacaan itulah ia suatu hari mendapat kejutan. Konon, para balatentara dari Nazi Jerman dan Kerajaan Jepun sedang maju malang melintang di luasan dunia.

Terpanggil untuk mempertahankan nusa dan bangsa, anak muda itu mendaftarkan dirinya pada Korps Penerbangan Angkatan Darat. Ia ingin menjadi pilot, dan seseorang yang kurang bertanggung jawab dengan sembrono mengatakan kepadanya bahwa persyaratan yang diperlukan sangat ringan adanya.

Belakangan baru ia sadar: usianya sudah melewati ketentuan. Ia sudah hampir 30 tahun, terlalu tua untuk kadet penerbang. Tetapi, alhamdulillah, Korps Penerbangan masih bisa memanfaatkan DeShazer. Ia dimasukkan ke dalam kesatuan bomber.

Segera menerima latihan menembak dengan papan sasaran, tokoh kita ini girang bukan buatan. "Sama seperti berburu kelinci di Oregon Tengah," katanya. Ia pun segera memotong pendek rambutnya, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Dibanding kehidupan Madras yang lengang, suasana barak dan gurau serdadu tidaklah begitu jelek. DeShazer segera menemukan temanteman baru.

Sekarang tokoh kita yang kedua: Mitsuo Fuchida. Untuk Fuchida hidup boleh dikata teramat keras. Tamat dari Akademi Angkatan Laut Eta Jima, 1924, ia memang mempersiapkan diri untuk suatu kehidupan yang penuh disiplin. Di akademi tersebut ia sekelas dengan Minoru Genda yang brilyan--dan kemudian termasyhur. Mereka bahkan berteman.

Kedua-duanya mengikuti latihan 'Garuda Liar'. Kesatuan ini memang tidak begitu dihargai para ahli strategi penganut garis kuno. Sebab kelompok terakhir ini lebih suka mengandalkan kapal perang, penjelajah, dan pertempuran dari kapal ke kapal.

Di awal 1941, Fuchida berusia 39 tahun. Ia sudah tampil sebagai komandan yang utuh. Malah ialah opsir muda tempat bertanya-bahkan bagi sebagian "perwira berjenggot putih". Dan ia sadar, ia semakin berangkat tua.

Suatu hari, Fuchida diperintahkan berangkat ke lautan pedalaman lepang. Di sana ia menemukan Genda sedang menunggu kedatangannya. "Perang mungkin saja pecah setiap saat," kata yang terakhir itu. "Bila saat itu datang, Anda akan menjadi komandan sebuah satuan serbu udara."

Fuchida mengeraskan hatinya. Mungkin ini ujian tertinggi. Semua godaan, kewajiban belajar keras, kehidupan spartan, dan penyangkalan diri selama ini, akan menemui penggenapannya. Ia sedang mempersiapkan diri mengangkat senjata…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…