Dari Susu Kaleng Sampai Charade...
Edisi: 06/13 / Tanggal : 1983-04-09 / Halaman : 72 / Rubrik : EB / Penulis :
30 Maret pekan lalu, pukul 09.15, kantor pusat Panin Bank di Jakarta menerima teleks dari Bank Indonesia. Teleks rutin. Isinya memberitahukan kurs tengah hari itu dibuka dengan Rp 702,50 untuk tiap dollar AS.
Di Sekretariat Kabinet, Presiden Soeharto saat itu tengah berbicara dengan Wapres Umar Wirahadikusumah menjelang sidang paripurna pertama Kabinet Pembangunan IV. Lalu sidang berjalan.
Di tempat lain, tiba-tlba sesaat sebelum sidang paripurna usai, sekitar pukul 11.00 Bursa Valuta Asin (BVA) Bank Indonesia meniadakan transaksi valuta asing. Panin Bank yang hingga saat itu masih melayani penjualan valuta asing kepada para nasabahnya kaget. Sekitar US$11 juta valuta asing, yang saat itu sudah dirupiahkan, tidak bisa ditransfernya lagi ke BVA. Sesudah agak lama tegang menunggu, baru lepas lohor BI memberitahukan lewat teleks bahwa mulai pukul 11.30 berlaku kurs tengah baru Rp 970 untuk setiap dollar AS.
Pemberitahuan devaluasi 38% yang dilakukan pada saat jam bisnis dan terlambat itu, cukup menjengkelkan Mu'min Ali Gunawan, wakil dirut Panin Bank. Sekalipun sejak awal sudah waspada, dia menyebut tindakan BI yang mengeluarkan dua kurs tengah dalam satu hari itu "sangat merugikan" perbankan swasta.
Sekalipun rugi 38% dalam penjualan valuta asing itu, dari transaksi swap US$ 35 juta dengan BI, Panin toh berhasil memperoleh rezeki nomplok sekitar Rp 9 milyar. Swap merupakan transaksi yang mempertukarkan dua valuta asing melalui pembelian/ penjualan tunai, dan penjualan/pembelian kembali secara berjangka yang dilakukan untuk keperluan pengamanan terhadap risiko kurs. Fasilitas itu disediakan bagi nasabah atau bank, khusus untuk pinjaman yang diperoleh dari luar negeri.
Dengan kata lain, jika suatu perusahaan April ini sudah harus mulai menyicil pinjamannya, maka pembelian valuta asing di bank yang akan digunakannya memakai kurs pada saat transaksi swap ditutup. Dengan memanfaatkan fasilitas swap itulah, PT Astra International Inc. bisa menghemat pengeluaran rupiahnya.
Karena memperoleh rezeki dari swap itu pula, wakil dirut Panin Bank Mu'min Ali Gunawan optimistis "keuntungan kami tahun ini akan melampaui perkiraan yang Rp 14 milyar." Tahun lalu, bank ini, dengan kekayaan Rp 198 milyar, memperoleh laba bersih Rp 4,6 milyar.
Tapi tidak semua sektor usaha tentu bisa menikmati keuntungan karena devaluasi. Industri otomotif, misalnya, yang banyak menggunakan komponen impor kini sedang bersiap menyesuaikan diri. Direksi PT Astra International Inc. misalnya, Senin pekan ini sibuk bertemu dengan manaemen pelbagai anak perusahaannya.
Perusahaan induk itu, yang mengageni mobil Toyota, Daihatsu, Peugeot, dan Renault, serta motor Honda, memang harus segera menetapkan harga baru. Jenis sedan yang masih menggunakan banyak komponen impor, kata T.P. Rachmat, wakil dirut Astra, jelas akan naik tinggi jika misalnya dibandingkan kendaraan niaga sederhana (Kijang) yang sudah banyak memakai komponen lokal.
Sedan Charade, misalnya, di Pecenongan, pusat penjualan mobil baru dan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…