Menunggu Badai Reda ; Selamat Tinggal Plo

Edisi: 19/13 / Tanggal : 1983-07-09 / Halaman : 12 / Rubrik : LN / Penulis :


RAMADHAN berdarah berulang lagi dalam sejarah Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Bulan puasa tahun lalu mereka tersekap hujan roket dalam gempuran tank Israel di Beirut. Namun tragedi yang terjadi di Lembah Bekaa, dua pekan silam, punya rasa pahit dan tekanan yang berbeda. kali ini darah mengalir karena tangan saudara sendiri. Sesudah pembangkangan Abu Musa dan kawan-kawan, bentrokan senjata rupanya tak dapat dihindarkan lagi antara kelompok Al-Fatah yang pro dan anti-Yasser Arafat.

Keadaan dalam tubuh gerilyawan Palestina menggawat. Tapi Arafat, pemimpin AlFatah merangkap ketua PLO, belum dapat berbuat banyak. Sementara perpecahan yang mengancam Al-Fatah, ia diusir pula oleh Pemerintah Suriah.

Masih asyik dengan kesenangan berdiplomasi, Arafat begitu tiba di Tunis dari Damaskus, segera mengadakan sidang Komite Eksekutif PLO untuk membahas perpecahan Al-Fatah dan krisis hubungan Suriah-Palestina. Setelah itu dia terbang kc Cekoslowakia. Apa maunya? Arafat seakan mengajak orang lain ikut berperan dan bermain dalam krisis Al-Fatah.

Dan memang itulah yang terjadi. Raja Fahd dari Arab Saudi dan Presiden Aljazair mengutus delegasi enam orang ke Damaskus untuk menjembatani pihak-pihak yang bersengketa. Tujuh organisasi yang tergabung dalam PLO, tiga di antaranya kelompok garis keras yang dipimpin George Habash, Nayef Hawatmeh, dan apa yang disebut Saiqa, sepakat mengimbau dihentikannya pertentangan. Bahkan kelompok Saiqa, yang dibantu Suriah, menyerukan dukungan lagi PLO dan Yasser Arafat.

Adakah Arafat bisa keluar dari kemelut paling parah sepanjang sejarah Al-Fatah ini? Apakah kelompok moderat yang merupakan unsur terbesar dalam tubuh PLO bisa kembali utuh? Sulit diduga. Yasser Arafat komandan yang lebih berbakat sebagai politisi dan diplomat ini, memang bukan tandingan Abu Musa dan kawan-kawan. Mencari penggantinya di kalangan PLO, juga tidak mudah. Sebab ia tokoh yang diterima di banyak negara Arab (kecuali Libya dan Suriah) dan di bawah asuhannya PLO diakui oleh lebih 100 negara di dunia. Tapi kelebihan semacam ini rupanya sedang tidak dibutuhkan -- setidaknya oleh sayap kiri Al-Fatah.

Mereka yang berhaluan kiri ini menuntut kepemimpinan kolektif (bukan kepemimpinan tunggal model Arafat) dan sikap lebih tegas menghadapi Israel. Tersengat impian pada negara Palestina merdeka, yang barangkali ditiup-tiupkan lagi oleh Suriah dan Libya, para pemberontak mempertaruhkan modal mereka yang tinggal satu-satunya, yakni persatuan PLO. Impian itu belakangan ini memang digarap secara lebih…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Serangan dari Dalam Buat Arafat
1994-05-14

Tugas berat yasser arafat, yang akan masuk daerah pendudukan beberapa hari ini, adalah meredam para…

C
Cinta Damai Onnalah-Ahuva
1994-05-14

Onallah, warga palestina, sepakat menikah dengan wanita yahudi onallah. peristiwa itu diprotes yahudi ortodoks yang…

M
Mandela dan Timnya
1994-05-14

Presiden afrika selatan, mandela, sudah membentuk kabinetnya. dari 27 menteri, 16 orang dari partainya, anc.…