Pasca-modernismenya Kang Prasojo

Edisi: 34/23 / Tanggal : 1993-10-23 / Halaman : 105 / Rubrik : KL / Penulis : HADIWINATA, BOB SUGENG


SUATU ketika, persisnya dua pekan lalu, puluhan orang berduyun-duyun menuju sebuah gedung megah berlantai lima di kampus Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah. Mereka "menyambut" sebuah isme baru, pasca-modernisme, yang konon menggegerkan dunia perilmuan Barat karena pandangan radikalnya, dan yang kini telah datang ke Indonesia. Acara pun segera digelar. Beberapa orang diminta membuka dagangannya yang dikemas dalam berbagai rasa. Ada yang meraciknya dengan bumbu arsitektur, filsafat, ekonomi, dan sastra. Ada pula yang meramunya dengan bumbu gerakan feminisme, lingkungan hidup, dan bahkan agama.

Di tengah-tengah riuh-rendahnya diskusi, muncullah sebuah bisikan yang sangat menggelitik: "Pasca-modernisme itu merupakan praksis ataukah ia sekadar teori filsafat, atau bahkan kedua-duanya?" Kalau pasca-modernisme merupakan teori filsafat, di Indonesia ia dapat dikatakan sebagai sesuatu yang baru. Tapi, sebagai sebuah praksis, isme itu rasanya bukan barang baru. Benarkah demikian?

Di Barat, pasca-modernisme tumbuh sebagai sebuah gerakan budaya radikal yang menentang segala atribut modernitas, terutama yang berkaitan dengan kapitalisme. Rupanya, banyak orang telanjur yakin, dunia modern adalah…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

O
OPEC, Produksi dan Harga Minyak
1994-05-14

Pertemuan anggota opec telah berakhir. keputusannya: memberlakukan kembali kuota produksi sebesar 24,53 juta barel per…

K
Kekerasan Polisi
1994-05-14

Beberapa tindak kekerasan yang dilakukan anggota polisi perlu dicermati. terutama mengenai pembinaan sumber daya manusia…

B
Bicaralah tentang Kebenaran
1994-04-16

Kasus restitusi pajak di surabaya bermula dari rasa curiga jaksa tentang suap menyuap antara hakim…