Tentang Masalah Korupsi

Edisi: 22/13 / Tanggal : 1983-07-30 / Halaman : 12 / Rubrik : NAS / Penulis :


PARA koruptor akan di-dor? Isu ini tiba-tiba saja mencuat, di tengah derasnya berita pengungkapan korupsi di berbagai tempat belakangan ini. Penyebab timbulnya isu tersebut tentu saja adalah terus berjatuhannya korban "penembakan misterius" di banyak daerah di seluruh Indonesia.

Pernyataan beberapa wakil rakyat di DPR rupanya juga mendorong tumbuhnya isu tersebut. Bekas ketua DPR, Daryatmo, yang kini anggota Fraksi Karya Pembangunan, pekan lalu menyamakan perbuatan koruptor dengan penodong yang membunuh korbannya. "Sadisnya sama, tapi macam perbuatan yang dilakukan lain," katanya. Menurut Daryatmo, uang yang dikorup adalah uang buat proyek pembangunan yang sangat mempengaruhi produksi pangan. "Dikorupnya uang tersebut akan mengurangi produksi pangan yang bisa mengakibatkan kelaparan dan kematian," katanya.

Sekretaris Fraksi Persatuan Pembangunan DPR Ali Tamin lebih blak-blakan. Menurut dia, para koruptor suatu saat akan menjadi sasaran "penembakan misterius" seperti yang dilakukan terhadap para residivis. Ia menyarankan agar sebelum penembakan itu dilakukan, ditentukan lebih dulu kelas para koruptor tadi. "Berdasar itu, tentunya koruptor kelas kakaplah yang seharusnya menjadi sasaran penembakan misterius," katanya pada pers pekan lalu.

Namun Jaksa Ismail Saleh membantah. "Negara kita ini kan negara hukum. Karena itu kita akan menyelesaikan kasus korupsi sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Tidak akan dilakukan penembakan terhadap para koruptor," katanya seusai sembahyang Jumat di Kejaksaan Agung pekan silam

Benarkah hukum yang lebih keras, hukum mati, misalnya, bisa menyetop korupsi? Seorang ahli mengenai korupsi, Prof. Hussein Alatas, menyangsikannya. Hukum yang keras, menurut pendapatnya, mengakibatkan kekuasaan yang semakin besar. "Saya khawatir ini akan menjadi sumber korupsi baru. Kerasnya hukum itu tidak menentukan. Yang menentukan itu yang menjalankan. Jadi lebih baik hukum yang wajar, tapi betul-betul dijalankan," katanya.

Di Indonesia Hussein Alatas dikenal dengan bukunya yang telah diterjemahkan: Sosiologi Korupsi. Sebenarnya ia telah banyak menulis buku. Antara lain, Modernization and Social Change, Thomas Stanford Raffles, Intelectual in Developing Societies dan Reflexions on the Theoy of Religions.

Ia lahir di Bogor. Masa kecilnya dilewatkannya di Malaysia, namun waktu Perang Dunia II ia mengikuti orangtuanya di Sukabumi. Gelar…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?