Ladang Bom Di Lautan Teduh
Edisi: 26/13 / Tanggal : 1983-08-27 / Halaman : 35 / Rubrik : SEL / Penulis :
HANYA 4.000 km di barat daya Hawaii, atau 4.900 km sebelah timur laut Darwin, terhampar pulau-pulau karang Bikini dan Eniwetok, setengah melingkar, di Kepulauan Marshall, Mikronesia. Marshall terdiri atas 29 pulau karang dan lima pulau biasa. Dalam perjalanan sejarah, kepulauan ini lebih banyak terlupakan, senyap dalam lintasan tahun dan abad, lalu sirna dari ingatan.
Pada hari Minggu 29 Februari 1946, sebuah pesawat terbang catalina mendarat di salah satu teluk di Kepulauan Marshall, tepatnya di depan pantai Bikini. Pesawat itu membawa Komodor Ben Wyatt, gubernur militer Amerika Serikat untuk Kepulauan Marshall. Ia datang untuk meletakkan tonggak baru dalam sejarah Kepulauan Marshall.
Kepada pribumi yang baru saja selesai melaksanakan kebaktian di gereja, komodor itu mengajukan tawaran yang luar biasa. Ia meminta mereka meninggalkan kampung halaman, karena Amerika Serikat akan melakukan percobaan bom nuklir di situ. Kepada penduduk yang taat beragama itu Wyatt mengutipkan bagian dari Kitab Exodus, Perjanjian Lama: " . . . bahwa anak-anak Israel telah diselamatkan Tuhan, dan dipimpin menuju tanah yang dijanjikan." Wyatt menambahkan, "bom ini telah menumpas musuh kita, dan para ilmuwan Amerika kini mencoba menggunakannya untuk hajat kemanusiaan, seraya mengakhiri semua perang."
Mikronesia dikuasai Amerika melalui salah satu pertempuran paling berdarah dalam Perang Dunia II. Sebelumnya, Jepang merampas kepulauan itu dari tangan Jerman.
Setelah perang usai PBB membentuk sebelas perwalian di seluruh dunia. Dan Mikronesia, yang dipercayakan kepada Amerika Serikat, merupakan satu-satunya 'perwalian strategis'.
Amerika diberi kesempatan menguasai kepulauan itu untuk 34 tahun. Perubahan-perubahan di dalam perjanjian ini hanya bisa dicapai melalui Dewan Keamanan PBB, dan Arnerika Serikat memiliki hak veto. Majelis Umum PBB, yang dalam perkembangannya semakin antikolonial, tidak banyak menentukan dalam hal ini.
Dewan Perwalian PBB secara teoritis mengawasi Kepulauan Mikronesia. Tetapi, dalam kenyataannya, mereka tidak memiliki otoritas yang berarti. Tatkala Perwalian diserahkan kepada Amerika Serikat, 1947, Washington setuju untuk "memajukan pertumbuhan ekonomi dan kecukupan penduduk asli, mengatur penggunaan sumber alam, memajukan usaha perikanan, pertanian, dan industri."
Amerika Serikat juga berjanji "melindungi penduduk dari kehilangan sumber alam mereka, mempertumbuhkan transportasi dan komunikasi, memajukan kehidupan sosial, melindungi kemerdekaan asasi dan hak penduduk tanpa perbedaan serta melindungi kesehatan mereka." Kelak, persetujuan dan janji ini patut dipertanyakan pelaksanaannya.
Dengan hak perwaliannya itulah Amerika Serikat dibenarkan menempatkan pangkalan militernya di seluruh Mikronesia. Dari pangkalan-pangkalan ini Amerika mengawasi Cina dan Rusia, dan secara elektronis memonitor pangkalan-pangkalan Soviet di Asia.
Mikronesia mempunyai jumlah keluasan delapan juta km2, sebagaian besar samudra. Banyak di antara 2.140 pulau yang membentuk kepulauan ini tidak lebih besardari lapangan cricket. Di kepulauan ini tinggal 116.662 orang Mikronesia, beberapa ribu orang Amerika, dan sebuah birokrasi yang mempergunakan 60% dana untuk mengurus 40% sisanya.
Syahdan pada 16 Juli 1945, Amerika Serikat meledakkan bom atom yang pertama di dunia, di Alamogordo, New Mexico. Pada 6 dan 9 Agustus 1945 dua pesawat bomber B-29 tinggal landas dari Tinian, Mikronesia. Kedua pesawat ini bertolak menuju bencana yang tiada taranya. Di dalam perut pesawat tergolek bom atom yang akan dilemparkan di Kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang.
Bom pertama jatuh di Hiroshima, dan dalam dua menit membunuh 60 ribu manusia. Bom kedua menghajar Nagasaki dan menamatkan 40 ribu jiwa. Jepang bertekuk lutut, Perang Dunia II menutup layarnya, dan sebuah senjata pembunuh baru diperkenalkan di pentas adu kekuatan dunia.
Sejak bertahun-tahun Amerika Serikat mencari tempat yang cocok untuk percobaan lanjutan senjata dahsyat ini. Akhirnya pilihan jatuh pada Bikini. Kepulauan ini tampaknya memenuhi syarat. Arah angin berembus menuju Pasifik yang langka dari permukiman, terdapat pelabuhan berair dalam yang bagus untuk kapal perang dan riset, jauh dari jalur pelayaran dan penerbangan, jauh dari pusat permukiman warga negara Amerika Serikat. Dan yang termasuk penting, pribuminya sedikit, dan lemah secara politis. Kepada penduduk semacam itulah Komodor Ben Wyatt mengajukan pertanyaan, "Sudikah kalian meninggalkan pulau ini demi kesejahteraan umat manusia?"
Penduduk meminta waktu untuk berunding. Kemudian mereka menyampaikan keputusan melalui ketuanya, Juda Kessibuki. "Jika pemerintah Amerika Serikat dan para ilmuwan dari seluruh dunia ingin menggunakan kediaman kami ini demi kemajuan pembangunan, demi kemaslahatan dan keuntungan umat manusia, kami secara suka rela akan pindah ke tempat lain," ujar Juda. Hanya beberapa penduduk yang merasa tidak senang akan keputusan itu.
Penduduk Bikini kemudian dipersilakan memilih tiga pulau. Dua di antaranya sudah berpenghuni. Karena itu mereka memilih Pulau Rongerik yang kosong, 225 km dari Bikini arah ke timur, dan berdekatan dengan Pulau Rongelap, yang mempunyai ikatan tradisional dengan Bikini.
Setelah menjatuhkan pilihan, mereka melakukan kebaktian terakhir di gereja dusun, kemudian menyelenggarakan upacara perpisahan dengan arwah nenek moyang. Wartawan dari seluruh penjuru dunia datang meliput…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…