Korupsi Di Telepon ; Liku-liku Pulsa Palsu
Edisi: 29/13 / Tanggal : 1983-09-17 / Halaman : 12 / Rubrik : NAS / Penulis :
BEGITU keluar dari Ruang Pengaduan Klaim Pulsa Kantor Witel (Wilayah Usaha Telekomunikasi) Khusus Jakarta Raya, di Jalan S. Parman, Djuri dan Djasman menyumpah-nyumpah. "Semua keterangan kami ditolak. Kami diharuskan membayar, boleh dicicil tapi cuma tiga bulan," kata kakak beradik itu kemudian.
Pagi itu untuk kedua kalinya mereka datang ke kantor itu guna mengajukan keberatan atas tagihan rekening sebesar Rp 106.000 (untuk Juli) dan lebih dari Rp 200.000 (untuk Agustus), atas telepon pribadi di rumah mereka di Pademangan, Jakarta Utara. Biasanya mereka membayar Rp 20 sampai Rp 50 ribu per bulan. "Tiba-tiba saja setelah telepon rusak dua minggu, tagihannya meloncat. Padahal, telepon kami pakai secara terbatas," ujar Djasman, 29 tahun, sang kakak.
Bukan cuma Djuri dan Djasman saja yang kesal. Belakangan ini barisan pelanggan telepon yang mengajukan keluhan semakin banyak. Di Kantor Telepon Medan, misalnya, sampai Mei lalu jumlah keluhan pelanggan rata-rata sekitar 80 sebulan. Sejak Juni, jumlah keluhan naik sampai lebih dari 100 per bulan. "Pelanggan yang datang kemari menyatakan bahwa mereka terdorong oleh seruan Pengacara Kaligis," kata M. Amin, kepala Subseksi Bagian Pulsa Kantor Telepon Medan.
Di kantornya yang terletak di Jalan Majapahit, Jakarta Pusat, Pengacara O.C. Kaliis pekan lalu menggebu-gebu. Ia tidak menduga seruannya akan punya gema dan mendapat sambutan luas: membuka bantuan hukum cuma-cuma buat pelanggan telepon yang merasa dirugikan Perumtel.
Gagasan Kaligis muncul setelah kasus yang menimpanya. Maret lalu, Kaligis kaget ketika mendapat tagihan telepon sebesar lebih dari Rp 300 ribu. Tagihan itu, menurut Kantor Witel IV (Jakarta Raya), adalah biaya pembicaraan melalui telepon nomor 414192 di rumah Kaligis, yang terdaftar atas nama istrinya, Ny. Telly Kaligis.
Karena biasanya rekeningnya cuma sekitar Rp 100 ribu per bulan, Kaligis mengajukan klaim ke Witel IV, serta menanyakan jumlah dan perincian pulsa telepon yang dipakainya selama bulan sebelumnya. Jawaban yang diperolehnya tidak memuaskan. "Mereka hanya mengatakan komputer pencatat pulsa Perumtel memang menentukan jumlah sekian. Itu 'kan tak cukup," tuturnya. Ia menduga, ada oknum Perumtel yang mengalihkan pulsa konsumen lain ke teleponnya, dengan imbalan. Padahal, telepon kantornya yang dipakai sepuluh kali lebih banyak cuma ditagih rata-rata Rp 125 ribu sebulan.
Pengacara ini makin berang ketika bulan berikutnya tagihan teleponnya mendekati angka Rp 360 ribu. Telepon di rumahnya ia kunci. Namun, tagihan bulan berikutnya tetap sebesar itu. Ia tak sabar lagi. Apalagi ketika teleponnya hidup-mati.
Ditulisnya surat pembaca di beberapa koran menawarkan bantuan hukum gratis kepada masyarakat yang merasa tagihan teleponnya terlalu tinggi. Ia berjanji akan menggugat kantor telepon ke pengadilan untuk meminta ganti rugi atas penyelewengan itu.
Tawaran Kaligis ternyata dapat sambutan. Lebih dari 100 pelanggan mengadu kepadanya. Maka, mewakili beberapa klien itu pada 24 Juni lalu Kaligis mengajukan gugatan perdata terhadap Perumtel Witel IV. Para penggugat yang terdiri dari empat orang, menurut Kaligis, diblokir teleponnya oleh Witel IV karena menolak membayar rekening yang mereka anggap tidak wajar.…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?