Pembelaan Berdarah
Edisi: 13/23 / Tanggal : 1993-05-29 / Halaman : 78 / Rubrik : HK / Penulis : HS
SIDANG desa itu berakhir dengan tewasnya terdakwa. Ia roboh bersimbah darah di hadapan mereka yang mengadilinya. Ia tersungkur di depan pamong Desa Pelangkian, Kabupaten Rejanglebong, Bengkulu, dengan pisau menancap di dadanya. Tapi ini bukan eksekusi. Rani, terdakwa berusia 41 tahun itu, melakukan bunuh diri. Petani kopi yang lugu itu meninggal di rumah sakit, dua minggu kemudian.
Tindakan nekat itu dilakukannya sebagai pernyataan tidak puas terhadap "vonis" yang dijatuhkan padanya. Ia harus membayar "denda" Rp 700 ribu. Padahal, tuduhan yang dilontarkan kepadanya cuma mencuri 3 cupak kopi (sekitar 2 kg kopi basah) dari kebun tetangganya.
Peristiwa dramatis ini terjadi pertengahan bulan lalu. Namun, baru pekan lalu, Rahimah, istri petani yang malang itu, mengadukan nasib suaminya ke Polisi Sektor Kepahiang. Polisi, yang tahu peristiwa itu dari laporan kepala desa, ternyata tak berusaha mengusut. "Siapa yang harus diperiksa? Si Rani kan mati bunuh diri," ujar Kapolsek Kepahiang, Letda B. Adnan.
Peristiwa tragis itu berawal pada keterangan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Vonis Menurut Kesaksian Pembantu
1994-05-14Tiga terdakwa pembunuh marsinah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. pembela mempersoalkan tak dipakainya kesaksian yang…
Hitam-Hitam untuk Marsinah
1994-05-14Buruh di pt cps berpakaian hitam-hitam untuk mengenang tepat satu tahun rekan mereka, marsinah, tewas.…
Peringatan dari Magelang
1994-05-14Seorang pembunuh berencana dibebaskan hakim karena bap tidak sah. ketika disidik, terdakwa tidak didampingi penasihat…