Dari Sebuah Perjalanan Nada Rendah

Edisi: 35/12 / Tanggal : 1982-10-30 / Halaman : 18 / Rubrik : NAS / Penulis :


PERJALANAN seorang kepala negara adalah sebuah kerja besar dan rumit. Mungkin karena itulah Pak Harto tak kerap melakukannya. Dalam terbang pulang dari kunjungan ke negeri-negeri Teluk di Timur Tengah beberapa tahun yang lalu, seorang wartawan bertanya bilakah Presiden akan berkunjung juga ke Irak. Jawab Pak Harto waktu itu: "Saudara tahu, bahwa perjalanan seperti ini memerlukan persiapan yang tidak sedikit . . . ,"

Betapa pun, perjalanan seperti itu sering tak bisa dielakkan. Banyak undangan harus diterima. Hampir tiap kunjungan pertama dari kepala negara lain ke Indonesia harus dibalas. Kepergian ke Amerika Serikat kali ini dilakukan setelah undangan Presiden Reagan, sekitar 1 « tahun yang lalu.

Pak Harto, menurut sebuah sumber, sebenarnya baru bersedia memenuhinya setelah Sidang Umum MPR nanti. Ia tak hendak memberi kesan mendahului keputusan sidang penting di tahun 1983 itu. Tapi keadaan hubungan Indonesia-AS, seperti dikatakan seorang pejabat tinggi, sedang tak hangat--tatkala Indonesia tak lagi berbicara tentang bantuan, tapi tentang perdagangan (baca TEMPO 23 Oktober).

Karena itu disetujui untuk tak menundanya lebih lama dari akhir tahun ini. Apalagi pihak Indonesia, setelah menganalisa keadaan di AS, menyimpulkan: di tahun depan Presiden Reagan akan kian sibuk menghadapi persoalan dalam negeri. Keadaan ekonomi AS begitu rupa, hingga dalam pemilihan para wakil rakyat November nanti diperkirakan posisi Partai Republik--partai sang presiden -- akan merosot. Maka bulan Oktober pun dipilih sebagai saat terbaik.

Tapi satu hal selalu jadi pegangan. "Kepala Negara RI tak pernah akan hanya pergi ke AS, lalu kembali," kata seorang pejabat tinggi. Kunjungan Presiden Soeharto ke AS di tahun 1970 (di masa Nixon) dan di uhun 1975 (di masa Ford) selalu digabung dengan kunjungan ke negara-negara lain. Oktober 1982 ini pun perjalanan dikaitkan dengan bertamu ke Spanyol, Korea dan Jepang. Ini untuk menegaskan lagi: bagi Indonesia AS penting sekali, tapi bukan ibarat Mekah.

Keputusan seperti ini dengan segera membebani para pejabat protokol negara dengan tugas yang pelik. Tiap negara punya jadwal tersendiri. Tiap kepala negara punya kesibukan tersendiri. Semuanya harus dicocokkan. Bagaikan pengasah otak jig-saw, tiap-tiap…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?