Tahap-tahap Hitam Polandia
Edisi: 35/12 / Tanggal : 1982-10-30 / Halaman : 35 / Rubrik : SEL / Penulis :
SENJA mengambang daiam gerimis yang awet. Sesosok menara jaga yang terbengkalai, terpacak di salah satu ujungjembatan. Mobil meluncur lamban mengelakkan lubang-lubang yang menganga sepanjang jalan.
Jarak yang rbentang melewati Oder sungguh buruk, nyaris rusak sama sekali. Baik Jerman Timur di sisi yang satu, maupun Polandia di sisi yang lain, tak berniat memperbaikinya. Dan di bawah jembatan terbentang sungai yang tipis dan kecokelatan; seakan terbayang di situ warna darah yang pernah mengalirinya, dari zaman ke zaman, dari suatu masa yang sudah tersimpan di dalam sejarah.
Gardu jaga Jerman Timur menunggu di sebelah sana, di atas tanah yang sesungguhnya wilayah Polandia. Segalanya seperti berlangsung menurut perkiraan semula: bau tembakau hitam yang menusuk hidung, mata penjaga yang awas memeriksa paspor di bawah lampu baca, pertanyaan-pertanyaan, dan stempel karet yang dihantamkan di sana-sini, di atas dokumen.
Demikian kesaksian John Darnton. Ia, yang bertugas selama tiga tahun sebagai kepala biro The New York Times Mayazine di Warsawa, menuliskan laporan kenang-kenangannya tentang "negeri yang tersedu" itu di majalahnya 22 Agustus lalu. Tahun ini ia beroleh Hadiah Pulitze;.
Orang-orang Jerman Timur itu tampaknya sucilah tak punya belas kasihan, menurut Darnton. Mereka memeriksa seluruh sudut mobil, dan menggeledah badan -- setelah mengharuskan orang menunggu jam demi jam. Para serdadu itu mengambil setiap potong kertas, membacanya dengan seksama.
Perlakuan itu agah aneh. "Bukankah sekarang Februari 1982? Dan Polandia, yang sudah terjerembab ke dalam hukum militer, ingin dianggap sebagai bangsa 'bersahabat' yang dapat diandalkan? "
Di pos itu juga tampak beberapa orang Polandia yang baru pulang dari negeri tetangga. Mereka tak berhasil menyembunyikan perasaan khawatir. Membawa kopi, sabun, daging, terbungkus dalam kantung-kantung plastik, mereka meletakkannya begitu sajadi trotoar yang basah. Banyak di antara orang-orang ini menyelundupkan emas, pakaian untuk dijual, dan mata uang zloty yang siap ditukarkan di Jerman Barat.
Senjata tampak di mana-mana. Para petugas bergerak tanpa basa-basi, siap melakukan tindakan mendadak. Bayangan ketakutan menyesakkan dada.
Dan kemudian "nyaris tak masuk akal," semuanya berlalu. Perbatasan dilewati. Dan di depan terbentang jalan yang lengang, berbelok ke arah hutan. Selebihnya gelap.
Setengah mil kemudian, lima lelaki berseragam tentara Polandia muncul lari semak. Bayonet mereka berkilat tertimpa sinar lampu mobil.
Sang komandan memerintahkan berhenti mobil, dengan gaya yang garang. Sambil bersandar di atap kendaraan ia menanyakan kebangsaan penumpang dan tujuannya.
Kemudian merogoh saku. Mengulurkan sesuatu melalui jendela: selembar uang ratusan franc, kumal dan kusut. "Bila anda berkenan menukar uang ini celengan dollar, saya akan memberi anda kurs yang bagus," katanya.
Oder memang sudah tertinggal di belakang. Demikian pula efisiensi, dan pandang curiga. Ini adalah Polandia, negeri yang senantiasa tak terpahami, penuh kesulitan, dengan atau tanpa hukum militer.
"Ini adalah juga tiga Polandia yang telah kusaksikan selama berada tiga tahun di sana," tulis John Darnton. Pertamaadalah Polandia-nya Edward Gierek, bekas ketua Partai Komunis, dengan skema pembangunannya yang ambisius, yang kini tak diacuhkan orang. Itulah zaman sinisme, apati dan kepura-puraan, ketika kemakmuran surut di depan mata setiap orang.
Kemudian datang Polandia-nya Solidaritas dan Lech Walesa. Cakrawala tiba-tiba terkuak, cahaya tampak membersit. Muncul harapan untuk membangun masyarakat yang lebih manusiawi, lebih produktif, lebih waras, dengan tetap bertahan dalam kubu Soviet.
Dan kini tampil Polandia-nya Jenderal Wojciech Jaruzelski, dengan tank dan pamflet bawah tanah, tempat "pengawasan" mengatasi segala-galanya, negeri yang remuk dengan latar penghukuman di mana-mana. Di 'Polandia Baru' ini, ketakutan dan impian berbaur. Dan setiap orang menunggu sesuatu. Ya.
AGUSTUS 1979
"Segalanya tampak membingungkan. Pada hari pertama kami di Polandia, aku dan istriku Nina makan malam di Bazyliszek, restoran mewah di bagian kola tua Warsawa. Suasana diwarnai keserasian Wina yang sedang tenggelam. Kandil-kandil kristal, samowar kuningan, menu dengan hidangan babi hutan, dan di sebuah sudut kuartet petik memainkan Mozart."
Di luar, di jalanan batu Market Square, duduk seorang wanita muda berambut blonda dengan gitar di tangan. Sebentuk bintang emas tersunting di bawah matanya.
Ia menyenandungkan sebuah lagu tua Dave Van Ronk dengan aksen h1ggris yang aneh. Kata-kata lagu itu bergema, terpisah di antara bagian-bagian Mozart yang sedang dimainkan kuartet di dalam restoran: "Baby, you been away too-o-o long."
Kota tua ini, sesuai dengan keadaan keuangan si wartawan, merupakan bagian kota yang menurut dia paling indah di seluruh dunia. Di Nuremberg, Cracow, dan Praha, bangunan abad pertengahan melumut dan dicatat menurut usianya yang autentik. Di sini bangunan model itu rapi dan necis, didirikan pada 1950-an, tatkala pemerintah Polandia memutuskan membangun kembali--bata demi bata--tumpukan puing peninggalan zaman pendudukan Nazi.
Seni kerajinan tangan, yang sudah mati seabad lampau, dihidupkan kembali. Lukisan-lukisan tua Canaletto dikopi untuk menciptakan kembali lorong-lorong dan koridor yang anggun, cucuran atap, dan pelbagai sentuhan klasik.
Belakangan, Darnton berkendaraan melintasi kompleks pembangunan perumahan yang terbentang di pinggiran Warsawa. Bahan bangunan terserak di mana-mana, bagai blok mainan raksasa. Disainnya monoton, penampilannya murahan.
Pengalaman itu menyuguhkan perbandingan menarik: sebuah bayangan masa lampau keemasan -- dan kesiasiaan untuk meraihnya kembali--serta gambaran masa depan yang kelabu dan penuh ketidakpastian. Tiga minggu pertama di negeri itu, "aku belum bersua seorang pun komunis tulen."
Mencari rumah menghasilkan pengalaman tersendiri. Di kawasan Mokotow yang eksklusif, empat kali si wartawan ternyata bertemu dengan pemilik rumah yang sama.
Di Polandia memang tidak dibenarkan memiliki rumah lebih dari sebuah. Maka tokoh tersebut merasa perlu memberi penjelasan. Dia hanya punya sebuah rumah, tentu, sesuai dengan ketentuan. Tapi istrinya memiliki sebuah rumah pula. Demikian juga saudara perempuannya. Sedang rumah keempat dimiliki putranya. Belakangan Darnton tahu, putra itu masih duduk di bangku SD.
Dia memperlihatkan sebuah kama di loteng. Jendela kamar itu tak lebih luas dari selembar amplop besar. "Sesuai dengan peraturan," katanya. Dan amar itu sendiri tak lebih dari sebuah udang Batang-batang logam menuat dari langit-langit, begitu rendahnya sehingga mereka harus membungkuk. Dia sebenarnya telah mempersempit ruangan itu demikian rupa.
Sewanya, secara resmi, 9.000 zloty (US$300, Rp 200.000) sebulan. Jumlah itu harus diserahkan kepada negara. Karena itu dia meminta si wartawan membayar lima kali lebih mahal, dengan dollar--di bawah tangan. Toh setelah itu masih berani mengajukan usul Untuk mengurangi bagian yang harus disetorkan kepada negara, katanya, si penyewa harus mengaku rumah itu didiami bersama si pemilik. Ketika dia mulai mengltakan akan menempati bagian dapur, kontan Darnton memprotes. Dan sebelum ia pergi, masih terdengar mulutnya merepet: "Goblok. Orang ini tidak tahu ia sedang tinggal di negeri macam apa."
SEPTEMBER 1979
Seorang pemandu resmi membawa si wartawan berkeliling. "Ia tampak tak begitu senang akan minatku mengenai nasib 500 ribu Yahudi yang tinggal di Warsawa sebelum pembantaian besar-besaran oleh Nazi erman." Ia memperlihatkan jalan kereta api yang membawa Yahudi-Yahudi itu ke Treblinka untuk dihabisi.
Tulang-belulang masih tersimpan di dasar ghetto yang kini sudah berganti dengan apartemen. Monumen yang didirikan untuk para "pahlawan kebangkitan ghetto" itu, dibuat dari granit yang sama dengan yang direncanakan Hitler untuk mengenang likuidasi Yahudi Polandia. Monumen itu mengesankan, dan satu-satunya di Praha yang tidak dihiasi bunga.
Pemandu itu kemudian membawanya ke sebuah gereja. Lalu diam-diam ke sebuah lorong, dengan prasasti di dinding yang memperingati para korban perang. Di situ terbaca nama orang, kota, dan tanggal. Akhirnya muncul sepatah nama: Katyn.
"Tanggalnya, lihat tanggalnya," bisik pemandu itu. Terbaca di situ: 1940. Tiba-tiba menjadi jelas apa yang ingin dikatakannya. Gereja itu percaya, pembantaian sekitar 15 ribu tahanan bangsa Polandia di Hutan Katyn, dilakukan tatkala wilayah itu berada di tangan Soviet. Jadi perbuatan itu 'karya' Stalin--bukan Hitler, seperti yang dituduhkan Moskow.
Dalam makna yang lebih jauh, itulah penanggungan Eropa Timur, tempat Jerman membunuh Yahudi dan Rusia menjagal orang Polandia. Tempat tanah bersimbah darah, dan ribuan orang masuk kubur tanpa catatan sejarah.
Hari berikutnya Darnton pergi ke…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…