Akio Morita Si Raja Sony
Edisi: 38/12 / Tanggal : 1982-11-20 / Halaman : 35 / Rubrik : SEL / Penulis :
MAJALAH Playboy Agustus lalu membuat sebuah teka-teki. Itu konon cocok untuk abad ini. Bunyinya: bagaimana agaknya tampan planet kita anno 1982, tanpa barang-barang Jepang? "Menyebalkan!" jawab majalah itu sen diri. Lalu ia pun berkisah.
Kisah dimulai dari penuturan tentang seorang pengusaha muda Jepang yang datang ke Barat 30 tahun lalu. Walau sudah merasa-rasa, Si Jepang cukup kaget mengetahui satu hal; Yakni bahwa ′made in Japan′ ternyata sinonim untuk ′barang tiruan′. Ungkapan yang segera menimbulkan gelak ketawa.
Kini, gelak tawa masih juga timbul--tapi nadanya lain. Yaitu saat Akio Morita, 61 tahun, sedang menuju bank. Pendiri-serta dan Ketua Sony Corporation itu sedang meneruskan pendirian sebuah perusahaan lima milyar dollar. Perusahaan ini tak ayal akan menjadi sumber pemasukan uang baru yang cukup deras.
Adalah Sony yang memberikan kepada dunia banjir radio transistor, tv-set Trinitron, perekam video Betamax dan cassette player Walkman yang membuat pembawanya menari-nari di tengah jalan. Lebih penting adalah semangat memimpin sang ketua (bersama pasangannya yang setengah pensiun, Masaru Ibuka) terhadap generasi Jepang yang teknologi-minded. Itulah yang telah melontarkan negeri yang rusak binasa karena perang itu ke kedudukan sebagai kekuatan industri terulung di dunia. Setidaknya demikian para pengamat menyimpulkan.
Semua sukses itu bukannya berlangsung enak, tanpa usikan, tanpa keresahan di "pihak sana". Orang Amerika, misalnya, merasa keunggulan otomotif Jepang telah menyebabkan tergesernya kedudukan Detroit sebagai kota mobil utama dunia. Sekitar 250 ribu pekerja Amerika menganggur karenanya. Kalau boleh, mau saja mereka membedah satu dua ban mobil Toyota dan Datsun untuk melampiaskan rasa kesal.
Adapun dalam hal industri elektronik yang pernah berjaya di Amerika, Morita dan rekan-rekannya hampir saja menyapunya bersih. Tapi di bidang otomotif, pembatasan telah diterima oleh para pembikin mobil Jepang yang mengekspor mobil ke AS--sementara negeri-negeri Eropa menetapkan kuota impor. Yang paling celaka, suara-suara bernada rasial mulai mendengung di sementara negara Barat kini.
Dan Morita berada di pusat prahara itu. Melebihi figur Jepang masa kini mana pun, ialah dutabesar yang berpandangan jauh, yang secara teratur berkeliling dunia. Ia mampu membagi waktunya yang padat--antara mempromosikan perusahaannya dan mempertahankan, atau memperbaiki, citra terhadap Jepang di luar negeri. "Kami tidak melakukan serbuan," katanya. "Kami hanya membuat barang-barang yang anda perlukan."
Tegar dan lugas, itulah cara Morita menyatakan dirinya, yang membuatnya juru-bicara unik dari negerinya. Berasal dari kebudayaan yang memiliki nilai-nilai ketaklangsungan dan subtil, Morita, dengan pembawaannya yang penuh kesungguhan, adalah jembatan paling ideal bagi Jepang dan Amerika.
Dengan tenang dan meyakinkan, ia bergerak ke pusat-pusat ′tombol dunia′. Dan tahu persis bagaimana memencetnya. Di Amerika, hari-harinya disibukkan oleh panggilan telepon ke London, Frankfurt dan Tokyo--setelah di bandar udara John F. Kennedy, New York, ditemui sejumlah pembantu dan penerbang helikopter Bell 222-nya. Untuk diketahui, di Jepang ia menjadi penerbang-pendamping helikopter Acrospotiale Prancis miliknya.
Morita bersantap dengan para industriwan dunia. Menjamu konduktor Herbert von Karajan. Menginap barang semalam di kediaman bekas Dubes Amerika untuk Jepang di Arizona. Kediaman maupun kantornya penuh miniatur alat perekam, tv-set, radio transistor dan semacamnya. Ini semua mendukung penampilannya sebagai wakil sah dari penakluk dunia: tukang kaleng rombeng yang berubah menjadi bisnismen.
Sebagai putra sulung pemilik pabrik saus kedele dan sake yang kaya, Morita diharapkan dapat mengambil alih perusahaan keluarga. Bahkan barangkali menjadi pimpinan generasi ke-15 masyarakat setempat. Kebalikan dari yang diharapkan, si Akio malah lebih senang mendengarkan musik klasik Barat dan ingin belajar fisika dan ilmu dagang.
Dalam masa Perang Dunia II, ia menjadi letnan AL bagian Riset. Ia bertugas di bidang peluru kendali dan sejumlah proyek lain. Di sinilah ia bertemu dengan calon pasangannya, Ibuka Usai perang, dua sekawan ini mulai berkongsi, setelah Morita gagal memasarkan peralatan dapur seperti ′periuk nasi′ listrik alias rice cooker. Produksi total: 100. Penjualan total:0.
Lalu lompatan dilakukan. Tidak terlalu jauh: dari yang berkenaan dengan perut menjadi yang berkaitan dengan kuping. Karyawannya bekerja tanpa laboratorium, dan secara pasti mereka melangkah di jalan yang menuju ke kebangkrutan. Ini mengakibatkan ayahnya terpaksa menalanginya tidak hanya satu kali. Pada saat itu ia kembali teringat impian masa kanak, yakni memberikan kepada negerinya alat perekam yang pertama.
Tapi masalah yang segera dihadapinya adalah: tidak satu kepala pun di Jepang yang bisa menerima alasan untuk keinginan ′mempunyai′ tape recorder sendiri. Lalu terjadilah suatu kebetulan: ditemukannya sebuah brosur di markas tentara pendudukan Amerika. Booklet itu berjudul Nine Hundred and Ninety-Nine Uses of the Tape Recorder--999 kegunaan alat perekam. Diadakanlah penerjemahan ke dalam bahasa Jepang, dan segera memperoleh peminat dari Akademi Seni Tokyo. Coba.
TAPI apa yang menyebabkan akhirnya Sony berpaling--dan mencantumkannya dalam agenda, kemudian naik panggung? Ini: membeli hak paten seharga US$ 25 ribu pada 1950 untuk barang yang sedang dikembangkan di Amerika: transistor. Pabrik Western Electric sedang memproduksinya sebagai alat bantu dengar. Dan Ibuka bersama Morita mencoba meniru…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…