Pengabdian Para Punggawa

Edisi: 48/11 / Tanggal : 1982-01-30 / Halaman : 28 / Rubrik : SD / Penulis :

HARI itu hari naas bagi Kio Kudodipuro. Sampai berusia 60 tahun seperti sekarang, orang tua itu belum pernah sakit payah. Tapi siang itu ia mendadak sakit sampai beberapa hari.

Ada yang tak beres? Memang benar beberapa jam sebelum sakit ia bersedia dipotret oleh seorang wartawan di samping Nyai Jimat tanpa didahului tirakat, yaitu berpuasa delapan hari dan mandi keramas.

Sejak itu ia kapok, takut dipotret di samping Nyai Jimat, "kalau tubuh dan jiwa saya, lahir-batin, belum bersih betul".

Nyai Jimat sesungguhnya hanyalah sebuah kereta kerajaan--disebut kereta kencana -- paling tua di antara beberapa kereta berkuda di Kraton Kasultanan Yogyakarta. Kereta itu hadiah dari seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk Hamengku Buwono I pada tahun 1757. Rio Kudodipuro adalah perawat sang nyai, bersama enam orang bawahannya.

Nyai Jimat hanya digunakan sampai Hamengku Buwono VI. Dan sejak Hamengku Buwono VII hingga sekarang yang dipakai adalah Kyai Garudo Yakso, hadiah dari Willem III, salah seorang raja Belanda. Hampir semua benda di kraton Jawa--terutama senjata-selalu dianggap sebagai benda pusaka yang keramat. Pusaka-pusaka itu biasanya mendapat sebutan kyai atau nyai-untuk menuniukkan kesaktiannya.

Percaya atau tidak, Rio Kudodipuro dapat menuturkan beberapa pengalaman aneh. Pada zaman Jepang pakaian kuda dari kain saten yang berwarna putih untuk kereta mayat, hilang. Para punggawa kraton menuduh salah seorang abdi dalem yang biasa mengurus kuda sebagai pencurinya. Karena merasa tidak bersalah, si tertuduh menantang minum air putih di depan Nyai Jimat. Beberapa hari kemudian konon si pemfitnah meninggal.

Setiap Jumat dan Selasa Kliwon, yang disebut banggorokasih, seperti 19 dan 29 Januari lalu, banyak orang, terutama dari…

Keywords: -

---

Foto Terkait