Nenek Profesor, Si Ketua Delegasi
Edisi: 18/12 / Tanggal : 1982-07-03 / Halaman : 35 / Rubrik : SEL / Penulis :
JEANE Jordan Kirkpatrick (56 tahun) menatap tak percaya pada papan board elektronik yang terpasang di depan ruangan Sidang Umum PBB. Peru baru saja memberikan suaranya mendukung resolusi Arab yang menyatakan Israel sebagai 'anak haram' dalam pergaulan internasional. Resolusi itu dimaksudkan sebagai hukuman terhadap Israel yang dengan serakah telah menjarah Dataran Tinggi Golan.
"Dukungan Peru di hari yang seru dengan perdebatan itu (5 Februari 1982) tidaklah istimewa," komentar Bernard D. Nossiter dalam The New York Times Magazine. Soalnya banyak negeri lain juga memberikan dukungannya kepada resolusi yang oleh Nyonya Kirkpatrick -- ketua delegasi AS -- disebut sebagai "resolusi menyedihkan" yang "mengingkari kenyataan, membohongi sejarah dan mengumbar nafsu" itu.
Tapi, kata Nossiter, "seperti negara-negara lain yang berada di luar orbit Uni Soviet, Peru sebelumnya telah menjadi sasaran berat lobbying Amerika -- yang dilakukan di lantai gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa". Dan inilah hasilnya: 21 menentang resolusi tersebut, 50 abstain atau sama sekali absen, dan 85 mendukung!
Itulah salah satu dari begitu banyak hari di PBB yang oleh Kirkpatrick sendiri disebut "memfrustrasikan". Dan tak ayal, kekecewaan-kekecewaan yang ia tanggung telah merangsang pemakaian bahasa yang lebih lantang oleh delegasi AS -- bahkan sejak Daniel Patrick Moynihan duduk di sana atas nama pemerintah Ford.
Lembaga yang didirikan dengan maksud mempersatukan bangsa-bangsa ini belakangan memang semakin dipertanyakan orang. Tempat ini, kata Kirkpatrick, telah melahirkan "perluasan konflik, keburukan dan polarisasi" -- yang berulang beruntung sepanjang sejarah. Ini tentunya di luar angan-angan para pendirinya dulu. Ketika berpidato tentang masalah Namibia di depan Dewan Keamanan PBB, Kirkpatrick meminta para Menlu negara-negara Afrika untuk mendengarkannya. "Pembebasan wilayah itu dari genggaman Afrika Selatan," katanya, "hanya dapat dicapai melalui pembicaraan di antara kelompok-kelompok yang berkepentingan --dan tidak satu patah pun tergantung pada anggota PBB." Dia malah mengiaskan PBB dengan 'kematian dan iuran' -- kata Nossiter, yang bermarkas di PBB sebagai Kepala Biro The New York Times itu.
Ucapan-ucapannya yang jauh dari diplomatis ini memang mengena di jantung permasalahan yang dipertanyakan: Apakah PBB benar-benar sedang kebingungan dan tergamang-gamang? Atau, obyektifkah kebijaksanaan politik luar negeri AS di masa kini dan mendatang? Jika, sebagai imbangan, PBB lebih merugikan daripada membantu kepentingan Amerika, lalu akankah negeri kaya itu menciutkan peranannya di situ? Pertanyaan yang satu ini punya ekor: Akankah itu berarti pemenggalan sumbangan keuangan AS kepada PBB sebesar US$ 167 juta setahun -- atau seperempat dari seluruh iurall para anggota PBB di dunia?
LALU, akankah itu juga berarti pengurangan jumlah delegasi AS setingkat dengan duta besar (lima orang)? Pencoretan status ketua delegasi dari formasi Kabinet? Dan pembebasan menteri luar negeri dari tugas tambahan -- berhenti dari pusing kepala memikirkan cara menggolkan resolusi PBB yang berkenan di hati? Ini tentu saja beberapa andaikata dari sang wartawan.
"Ada banyak hal yang mengganggu Nyonya Kirkpatrick," Nossiter lalu menyimpulkan. Amerika Serikat, menurut Nyonya yang masa kecilnya kesepian ini, sudah "dihina habis-habisan" -- dan ia sudah menginstruksikan pembantu-pembantunya untuk "membalas dengan setimpal". Tak pelak ini telah melanggar konvensi dan menjadikan PBB sebuah lembaga debat kusir.
la menuduh pula pengumpulan suara secara blok tidak hanya mengisolasi Washington, tapi menurutnya juga menyangkal kepentingan negara-negara bersangkutan dalam menetapkan pilihan. "Ia (Kirkpatrick) berlobi lebih tegar dari ketua delegasi Amerika mana pun sebelumnya," komentar Nossiter. "Ia bicara begitu kasarnya hingga menyakitkan telinga para diplomat."
Dalam suasana dominasi pria di lembaga bangsa-bangsa itu, AS menjajal sebaliknya. Tapi agaknya Nyonya Kirkpatrick tidak memenuhi keinginan itu -- setidaknya penampilannya tidak memberikan dukungan. Wanita usia 56 ini berambut cokelat berombak. Memakai jas atau jaket hijau atau abu-abu, sepatunya bertumit rendah, ia menapak di koridor gedung PBB sambil berbisik-bisik kepada pengiringnya. Kendati kesukaran yang dihadapinya berasal dari wataknya yang pemberang, tapi: "Itu juga mencerminkan perubahan yang sudah terjadi -- jauh sebelum ia tiba di sana," menurut Nossiter.
Pada tahun pendiriannya, 1945, PBB sebagian besarnya beranggotakan negara-negara Eropa dan Amerika Latin. Dan Amerika Serikat otomatis menikmati mayoritas di pihaknya. Blok Soviet terisolasi. Satu-satunya pertahanan Soviet adalah vetonya di Dewan Keamanan. Tapi dasawarsa 1960-an adalah akhir era kolonial yang menambah jumlah negara baru dan sekalian menghadirkan dirinya di New York. Umumnyadari Afrika -- hingga imbangan kekuatan berubah dengan tajam.
Persekutuan yang mendasar terbentuk pula di antara negara-negara Islam dan negara-negara baru dari Sahara bagian selatan. Negara-negara Afrika mendukung Arab dalam usaha mengusir Israel dari kawasan yang mereka caplok dalam Perang 1967 -- sambil menuntut hak sebuah negara bagi bangsa Palestina. Dukung-mendukung terjadi. Kini giliran negara-negara Arab menyatakan dukungan terhadap usaha negeri-negeri Afrika mengakhiri politik apartheid di Afrika Selatan, dan kemerdekaan Namibia. Dan "ketika mereka menikmati dukungan dari blok Soviet -- yang seringkali, meskipun tidak selalu," tulis Nossiter, "suatu mayoritas lain sudah terbentuk."
Dalam isu-isu kunci, mayoritas baru itu membuat AS gelagapan -- kata wartawan yang sama "dan ini sering terjadi." Di pihak lain, suara negeri-negeri dunia ketiga itu tidak selamanya bulat -- dan kini giliran Soviet yang dipersulit. Tapi yang paling banyak membebani pikiran Nyonya Kirkpatrick adalah masalah Israel dan Afrika Selatan yang banyak menyita waktunya itu.
Kirkpatrick memang kasar, meski dalam hal kekasaran ia masih di bawah Moynihan. "Tapi ia (Kirkpatrick) jauh lebih kurang menaruh perhatian terhadap perasaan dunia…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…