Mimpi Supeno & Janin Katiyem

Edisi: 21/11 / Tanggal : 1981-07-25 / Halaman : 20 / Rubrik : KRI / Penulis :

MIMPI dan suara itu sering mengganggu dan menghantui Supeni. Sehingga pembantu rumah tangga itu nekat: "Daripada saya mati lebih dulu, lebih baik saya membunuh majikan saya terlebih dulu." Sebab, begitu mimpi yang selalu mengejarnya, "agar saya membunuh majikan -- kalau tidak sayalah yang akan jadi korban!"

Dan hari itu, 3 Juli lalu Peno (17 tahun) merasa mendapat saat baik. Sore itu majikan laki-lakinya, Kho Kong Jauw (81 tahun) memanggilnya dari ruang makan. Peno -- entah sengaja atau tidak -- lalai untuk segera memenuhi panggilan majikannya. Barulah setelah kakek itu berulang-kali menyeru namanya dengan jengkel, Peno muncul.

Sang majikan marah-marah. Peno tak mau kalah. "Kami bertengkar mulut," kata Peno kemudian kepada TEMPO. "Saya mengeluarkan kata-kata kasar -- hati saya panas." Ketika itulah Peno merasa sudah waktunya menuruti apa kata mimpinya. Ia ke dapur mengambil pisau. Beberapa tusukan di perut Kong Jauw membuat majikan ini tereletak dan menjerit-jerit.

Nyonya majikan, Tjan Kwie Nio (79 tahun), keluar dari kamar. Terkejut sebentar, tutur Peno, lalu panik. Itu membuat Peno makin beringas. Pisaunya kemudian juga terarah ke perut nenek itu. Kedua suami-istri tersebut tak berkutik. Tapi Peno masih belum merasa cukup ia menggorok putus leher kedua majikannya.

Tega benar? "Berkali-kali saya tusuk, mereka masih belum mati. Sudah rubuh pun masih bisa berdiri dan melawan. Tak ada jalan lain -- terpaksa saya memotong leher mereka," cerita Peno kemudian.

Di Gudang Tembakau

Peristiwa hari itu, di rumah kuno berhalaman luas dan berpohon rindang di Jalan Sukowati, Salatiga, hingga sampai keesokan harinya tak ada yang mengetahui.…

Keywords: -

---

Foto Terkait