Bisnis Darah Di Mana-mana
Edisi: 21/11 / Tanggal : 1981-07-25 / Halaman : 77 / Rubrik : SD / Penulis :
SEORANG pemuda berwajah pucat, melangkah gontai menaiki lantai tiga Kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Medan. "Saya mau menjual darah lagi," katanya sambil menghempaskan diri di kursi di depan pegawai yang kelihatan sudah lama dikenalnya. Hanya dengan anggukan dan isyarat, pemuda berbaju kumal itu disuruh menunggu giliran.
Di tempat tunggu, ternyata teman-temannya -- sesama penjual darah -- sudah berkumpul. "Kan baru dua minggu menjual darahmu," olok temannya. "Ya, apa boleh buat. Sepagi ini saya belum sarapan. Saya kehabisan uang," kata Armen, 23 tahun, pemuda pucat itu sambil menyelusup mencari tempat duduk di tengah teman-temannya.
Armen baru 8 bulan kawin sampai sekarang belum mempunyai pekerjaan tetap. Kadang-kadang menjadi kenek truk, bongkar muat barang atau pekerjaan berat lainnya. "Tapi lebih banyak menganggur," kata Armen. Untuk makan sehari-hari ia sering numpang temannya yang lagi ada rezeki. "Biasa orang Medan," kata pemuda yang cuma sempat menikmati bangku kelas II SMP itu. Ia lebih dikenal sebagai "preman" di sana.
Butuh Uang
Dari lingkungan preman itu pula Armen mengenal bisnis menjual darah sejak tiga tahun lalu. "Habis, mau melanjutkan sekolah, otak tak sanggup," katanya terus terang. Dan menjual darah baginya merupakan cara mendapat duit paling gampang. "Begitu jarum dicabut, saya langsung terima uang," katanya spontan.
Pada permulaan, darahnya disedot dengan menerima imbalan Rp 4.500, ia tidak terlalu merasakan akibatnya. "Biasa saja, seperti tak ada yang diambil," katanya. Terdorong untuk mendapatkan uang dengan cepat, dua minggu berikutnya ia datang lagi. Hal itu dilakukan beruntun. Tubuhnya yang semula berisi menjadi lemas. "Badan rasanya tak bergairah, kepala pening dan mengantuk terus," katanya.
Namun lingkungan Armen -- pemuda yang tidak punya pekerjaan tapi ingin dapat uang banyak -- menjeratnya untuk tetap berbisnis darah. "Menjual darah adalah pekerjaan yang tidak memerlukan modal atau tenaga," katanya kalem. "Dan yang penting bagi saya: mendapat uang," tambahnya.
Sejak tiga bulan lalu ia terlalu kerap menjual darahnya. "Lihat saja tampang saya -- sudah seperti mayat. Saya sadar, darah saya banyak terkuras. Tapi saya butuh uang," katanya. Celakanya, ia kurang memikirkan untuk memulihkan kondisi…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
DIA DI BELAKANG PENONTON
1983-02-05Walaupun bisa nonton gratis, penghasilan rata-rata kecil, juga terancam bahaya radiasi.
DI TUBUHMU KULIHAT TATO
1983-02-12Dengan adanya isu bahwa orang bertato akan diculik jumlah permintaan untuk ditato menjadi turun, bahkan…
DI TUBUHMU KULIHAT TATO
1983-02-12Dengan adanya isu orang yang bertato akan dibunuh, jumlah permintaan untuk ditato menjadi turun bahkan…