Pergi Untuk Selamanya

Edisi: 22/11 / Tanggal : 1981-08-01 / Halaman : 15 / Rubrik : PT / Penulis :


TAK ada lagi Buya Hamka. Idul Fitri tahun ini, orang tak akan menantikan khotbahnya di Masjid Al Azhar. Tak akan mendengarkan suaranya yang serak itu lagi, pada malam tarawih, pada kuliah pagi, pada pengajian subuh lewat RRI -- untuk seluruh Indonesia. Suara yang sangat dikenal itu akan tak ada lagi. Selama-lamanya.

Ulama sangat penting itu berpulang "di hari baik bulan baik", hari Jum'at 21 Ramadhan (24 Juli), "ketika bulan puasa masuk tahap ketiga" atau tahap lailatul qadar, menurut pengertian orang santri. Memang menunjukkan keutamaan: ribuan orang yang mengiring jenazahnya ke pemakaman, dan yang keluar ke pinggir-pinggir jalan, boleh dikatakan semuanya orangorang yang berpuasa dan baru turun dari sembahyang Jum'at.

Entah apa yang menggertak mereka itu: dalam waktu hanya empat jam, dan tanpa sempat disiarkan koran (meninggal pukul 10.30, dan diberangkatkan ke pemakaman pukul - 14.30), ribuan para pelayat memenuhi jalan dan pekuburan dengan kendaraan yang macet panjang di daerah Kebayoran Lama dan Tanah Kusir.

Dan hanya dalam satu jam halaman rumah Buya di Kebayoran sudah penuh sesak, berita tersebar lewat mulut dan radio-radio swasta. Bahkan orang di beberapa provinsi sudah tahu -- termasuk di kampung halamannya di Sumatera Barat. Sorenya datang telepon dari Malaysia dan Kongres Islam Jepang di Tokyo. Mereka menyatakan akan mengirim utusan.

Yang baru meninggal itu memang orang besar. Tapi sebenarnya bukan hanya itu. Berpulangnya Hamka, bagi banyak orang, adalah perginya seorang kawan: orang yang di layar TV tampak sebagai tetangga atau penasihat pribadi yang akrab. Jauh dari gambaran angker, pemirnpin ini sangat informal. Dan jauh dari "kesucian seorang malaikat", ia nampak bagai orang tua yang sangat wajar, ramah, bermaksud baik dan kelihatannya tidak ada yang ditutup-tutupi. Ada sesuatu pada dirinya yang menerbitkan rasa sayang orang. Dan mereka itu ribuan, atau Jutaan.

Rumahnya pun paling ramai. Bukan oleh para tamu "seprofesi", atau orang pemerintah. Tapi para awam yang antre di kursi berandanya seperti pasien dokter -- setiap sore, tanpa membayar sesen pun. Mereka sungguh bukan "orang-orang penting". Mereka minta bermacam nasihat: mulai dari bagaimana menyelesaikan soal gonogii dalam waris sampai soal bunyi doa melewati kuburan. Mereka bisa haji, bisa bintang film, bisa pemuda keturunan Cina. Lewat pribadi Hamka, memang, agaknya untuk pertama kalinya hidup gambaran tentang seorang ulama besar yang dekat dengan kalangan yang begitu "sangat umum", yang bukan santri, yang seakan baru mengenal…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
MEMPERBAIKI KETURUNAN
1994-05-14

Penyanyi ruth sahanaya ,27, menikah dengan jeffrey waworuntu, 29, di bandung. resepsi di hotel papandayan…

N
NOVELNYA LARIS UNTUK SINETRON
1994-05-14

Y.b. mangunwijaya genap berusia 65 tahun. perayaan ulang tahunnya berlangsung di hotel santika, yogyakarta, dengan…

P
PENYAIR JUGA BAYAR LISTRIK
1994-05-14

Penampilan rendra, 59, di panggung gedung olahraga kridosono, yogyakarta, memukau penonton. ia membawakan beberapa sajaknya…