Ratapan 40 Distrik Belford Roxo
Edisi: 27/11 / Tanggal : 1981-09-05 / Halaman : 37 / Rubrik : SEL / Penulis :
JAM menunjukkan: pukul 11.00 malam. Hari itu, 27 September 1979. 10 orang tentara mendobrak rumah Marli, dan menghambur masuk. Di bawah todongan senjata seisi rumah diperintahkan menampakkan diri. Gemetar, yang diperintah untuk kumpul menampilkan wajah, berjajar di ruang tengah: Marli, keempat orang anaknya yang masih kecil-kecil, kekasih gelapnya Carlos Barbosa, dan kakaknya Paulo.
Dengan hardikan keras, 10 orang berseragam itu sekaligus menuduh, sekaligus menuntut keterangan: di mana uang, perhiasan dan obat-obat narkotik disembunyikan. Nadanya terdengar sangat pasti.
Tak ada yang tahu apa juntrungan penggerebekan ini. Juga tak tahu menahu tentang yang ditanyakan. Kelanjutannya pun biasa: penggeledahan.
Yang dicari memang tak ditemukan. Tapi yang disita ada. Tentara-tentara itu merenggutkan kalung emas seharga 800 Cruzeiro dolar (Rp 3.800) dari leher anak Marli, dan juga mengantungi sebuah kalkulator mini.
Penyerbu-penyerbu ini tak begitu saja menganggap persoalan yang mereka tuduhkan selesai. Barangkali didorong rasa tak puas, atau entah apa, Paulo dan Carlos Barbosa diperintahkan ikut ke markas. Kalau yang "diamankan" ini betul tak ersalah, kata mereka tiga hari lagi pasti balik. Marli masih ingat dengan jelas, dua orang yang sangat dicintainya didorong-dorong, disodok, dan disepak ke atas jip. Dua jip dengan tanda Polisi Militer dan sebuah mobil V, lalu menghilang di kegelapan malam.
Sejak itu, Marli tak lagi pernah melihat kekasihnya Carlos Barbosa. Tak bisa dipastikannya, apakah kekasihnyaitu ditangkap atau pergi meninggalkannya demi keamanan. Paulo tak bisa memberi keterangan. Malam itu, di markas, ia dan Carlos diperiksa terpisah, juga lalu ditahan terpisah. Paulo pulang 6 hari kemudian.
Tapi persoalan tak juga selesai. 12 Oktober 1979. Kali ini pukul 2.00 dini hari, lagi-lagi ada pasukan bersenjata menggedor rumah Marli. 8 orang berpakaian sipil menyerbu masuk.
Penggerebekan kali ini nampaknya lebih serius. Lebih kasar. 4 orang menjaga di luar, 3 orang lagi menggeledah, dan seorang menjagai Marli dan keluarganya dengan todongan senjata.
Pagi itu, rumah Marli sungguhsungguh dipenuhi kepanikan. Keempat anaknya menangis ketakutan, rumahnya kucar-kacir di tengah suara bantingan barang dan bentakan -bentakan pasukan yang mengamuk. Tak seorang pun tetangga datang menolong.
Operasi subuh itu selesai dengan sebuah penemuan--cara klasik untuk mengintimidasi orang: sebuah senjata api panjang ditemukan di bawah ranjang. Tuduhan pun resmi dijatuhkan, kendati Marli mati-matian menyangkal ada senjata api di rumahnya. Paulo agaknya sudah tak bisa diajak bicara. Laki-laki itu sudah sejak semula tak bisa menguasai dirinya. Gemetar. Kini ia pucat, basah oleh keringat dingin, berdiri seperti patung dengan biji mata separuh keluar. Gagap waktu ditanyai Marli. Kepalanya bergetar keras, putus asa.
Marli tak yakin Paulo pun tahu asal-usul senjata api. Tapi sang kakak itu sudah kehilangan kekuatan untuk menyangkal. Ia tahu, dialah yang bakal kena tuduh. Dan sepertinya ia punya perasaan, apa pun yang dikatakannya, garis takdir rupanya tak bakal bergeming.
Nyali laki-laki itu punah samasekali. Teriakan-teriakannya terdengar seperti jeritan kera-la diseret ke luar rumah dengan tangan terikat dasi dan kaki terikat sabuk.
Di tengah lolongan anak-anaknya dan tangisnya, Marli masih mendengar, kakaknya akan di;bawa ke DP54, markas pasukan keamanan daerah Baixada. Katanya untuk diperiksa.
Setengah menit setelah jip yang membawa kakaknya menghilang, Marli bergegas mencari bantuan. Tetangganya yang terdekat berjarak hampir 200 meter dari rumahnya. Tdpi, belum sepuluh langkah ia meninggalkan pintu rumahnya, ia tertegun. Serentetan letusan senjata api terdengar memecah kesunyian.
Didorong firasat buruk, Marli berlari sekencang dia bisa menuju suara letusan itu. Dan 150 meter dari rumahnya, ia menemukan tubuh Paulo tergeletak dihunjam peluru-peluru revolver. Mati!
Marli pingsan. Tidak seperti biasanya, pagi itu, Marli tak bisa menyaksikan hari menjadi terang. Ia tergeletak di samping mayat kakaknya entah untuk berapa lama.
Marli…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…