Memenggal Batu Di Talang, Tanggal..

Edisi: 08/11 / Tanggal : 1981-04-25 / Halaman : 81 / Rubrik : SD / Penulis :

KORBAN-KORBAN larangan judi sudah berjatuhan. Di antaranya permainan Kim yang sempat merajalela di beberapa tempat terutama di Jakarta. Dan tak lama setelah permainan ini mati (sejak 1 April 1981) para karyawannya pun serentak mengacungkan tangan meauntut uang pesangon. Di antaranya bekas penyanyinya yang menjadi sumber daya tarik permainan ini.

Adnan Emy yang terkenal di antara teman-temannya sebagai Si Kumis, sudah bekerja di Masita Kim Jakarta sejak L970. Lelaki kelahiran Tanjung Morawa, Medan, ini semula menyanyi Kim sebagai pelarian gara-gara studinya berantakan. Pada 1961 ia hanya mampu sampai tingkat III jurusan psikologi IKIP Universitas Islam Sumatera Utara (UNISU). Dasar senang pada orkes sejak kecil, ketimbang nganggur, ia mencoba penjadi penyanyi Kim "Senandung Ria" di Belawan, Medan.

Penyanyi Kim harus lihai membawa pantun-pantun khusus yang ada hubungannya dengan angka-angka yang terdapat pada bola-bola yang akan keluar. "Nah, paling-paling saya perlu menghafalkan pantun-pantun itu. Inspirasinya cari sendiri," sambung Si Kumis, 40 tahun. Ia mengaku kebanyakan pantun berasal dari daerah Sum-Bar. Misalnya untuk menyebut angka 13, pantunnya berbunyi, "Rumah besar di Bukittinggi nomor tiga belas bapak isi." "Tapi sekarang bisa saja dibikin variasi sendiri untuk mengatakan angka 13. Misalnya dengan menyebut itu angka sial," tambahnya.

Mario Kempes

Contoh lain. Untuk menyebut angka 4, pantun lama biasa memakai kalimat "Parapat tepian mandi, nomor empat jalan sendiri." Untuk Jakarta, sekarang biasanya diganti dengan, "Binaria di Jakarta, nomor empat siapa yang punya." Kenapa binaria? "Iya, kan asosiasi orang…

Keywords: -

---

Foto Terkait