Hari-hari Akhir Bekas Presiden

Edisi: 23/11 / Tanggal : 1981-08-08 / Halaman : 46 / Rubrik : SEL / Penulis :

DI Indonesia, nasib pensiunan presiden belum begitu jelas. Mungkin seorang bekas presiden akan membuka perusahaan kebun, atau menulis memoarnya sebagaimana layaknya orang besar. Mungkin juga tidak. Pokoknya masih penuh kemungkinan.

Lain dengan di Amerika. Di sana masyarakat sudah terbiasa menerima seorang bekas penguasa tertinggi republik di tengah-tengah mereka, sebagai tetangga biasa. Tokoh itu sendiri tak pula menuntut rasa iba atas nasib yang 'wajar yang melemparkannya dari tahta kekuasaan.

Ambil saja contoh yang paling dekat: Carter. Selesai 'masa piket' di Gedung Putih ia mudik ke Plains, Georgia. Tanpa panitia, tanpa upacara adat. Beberapa hari kemudian ia sudah tampak di atas traktor, membajak ladang kacang keluarganya. Biasa saja.

Lalu bagaimana dengan yang lain-lain? Misalnya Richard Milhous Nixon, yang memerintah sejak 1969 dan terjungkal Agustus 1974 akibat Skandal Wategate?

Setelah bersunyi-sunyi sejenak di kampung halamannya, California, Februari 1980 Nixon pindah ke New York. Ia tinggal bersebelahan dengan David Rockefeller.

Di rumah bertingkat empat di East Side Manhttan itu, dua kali sebulan Nixon mengadakan jamuan makan malam. Undangannya terbatas - biasanya berkisar sekitar enam orang.

"Sungguh mengesankan," ujar Joseph Sobran, editor National Review yang sekali tempo kebagian undangan. "Bayangkanlah anda berada bersama bekas presiden itu. Meneguk minuman yang dicampurkannya dengan tangannya sendiri, mendengarkan pembicaraannya." Maka hari kemarin, wartawan David J. Blum mengirim laporan khusus dari New York untuk harian The Asian Wall Street…

Keywords: -

---

Foto Terkait