Pandai Emas: Selamat Tingggal ...

Edisi: 48/09 / Tanggal : 1980-01-26 / Halaman : 56 / Rubrik : SD / Penulis :


HARGA emas melenting sampai di atas Rp 12 ribu per gram. Masruf (41 tahun) perajin emas tradisional (kemasan) yang tinggal di Desa Kelayan, Banjarmasin, menilai harga seperti itu mengganggu stabilitas ekonomi. Binalnya harga si kuning itu disinyalirnya terjadi jauh sebelum Iran berkelahi dengan Amerika. Ia sendiri sudah meninggalkan profesi perajin emas. "Sejak Kenop 15, saya sudah menyatakan selamat tinggal pada gurinda dan perkakas lainnya," ucapnya dengan lirih, "kini saya jadi tukang ojek."

Sebelum Kenop 15 Masruf yang berpengalaman 25 tahun dalam soal pembuatan perhiasan emas masih mendapat Rp 1500 sampai Rp 3000 setiap hari. Perlahan-lahan kemudian harga emas mencapai Rp 5000. Dan ketika angka sudah menunjukkan Rp 6000 per gram, ia hampir-hampir tidak kebagian order lagi. Sebab rupanya orang cenderung menyimpan emas batangan daripada perhiasan. Sementara toko-toko emas yang menjadi langganan tetap Masruf tidak memberi pesanan lagi. Praktis sejak awal 1976, Masruf dalam keadaan setengah menganggur. Sehingga begitu Kenop 15 diumumkan ia tak mau menyentuh alat-alat membuat perhiasan itu. Apalagi sekarang setelah si kuning membubung terus, ia hampir tak punya nafsu walaupun hanya untuk melihat alat-alat tadi.

"Akan tetapi saya tidak menjual perkakas-perkakas saya," ujar ayah 5 orang anak itu. Alat-alat seperti gurinda, kikir, tukul, gumgum, pompa tiup, tuangan dan sebagainya itu bernilai tidak kurang dari Rp 200 ribu. Masruf rupanya masih berjaga-jaga barangkali satu ketika salah seorang anaknya mewarisi ketrampilannya.

Lewat pekerjaan yang diturunkan oleh moyangnya itu, Masruf sempat menyimpan kenang-kenangan manis. Ia mampu menghidupi anak dan istrinya dan membuat sebuah rumah yang layak. Ketika ia harus membayar uang mahar untuk pernikahannya dulu, ia sanggup menyediakannya dari hasil cucuran keringat sebagai perajin emas. Meskipun akibat persentuhannya dengan perkakas itu, sejak usia belasan tahun, ia terpaksa mengorbankan sekolahnya. "Habis saya telanjur kenal duit," ujarnya.

Tetangga Masruf, sesama tukang emas Basran, Fandy dan Abdul Khair, masih mencoba menegakkan profesi mereka. Hanya saja sekarang mainannya tidak hanya si kuning. "Perak atau tembaga pun kini kami kerjakan," kata…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
DIA DI BELAKANG PENONTON
1983-02-05

Walaupun bisa nonton gratis, penghasilan rata-rata kecil, juga terancam bahaya radiasi.

D
DI TUBUHMU KULIHAT TATO
1983-02-12

Dengan adanya isu bahwa orang bertato akan diculik jumlah permintaan untuk ditato menjadi turun, bahkan…

D
DI TUBUHMU KULIHAT TATO
1983-02-12

Dengan adanya isu orang yang bertato akan dibunuh, jumlah permintaan untuk ditato menjadi turun bahkan…