Bung Hatta (1902-1980) ; Peninggalan Bung Hatta
Edisi: 04/10 / Tanggal : 1980-03-22 / Halaman : 08 / Rubrik : NAS / Penulis :
TAK ada suasana sedih di rumah kediaman Hatta. Juga tak ada keluarga yang berpura-pura sedih. Jum'at jam 18.58 pekan lalu proklamator itu wafat di RSUP dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, (sekitar 1 kilometer saja dari rumahnya) dan nampaknya istri dan ketiga putrinya sudah siap.
Tapi toh Republik Indonesia tiba-tiba seperti kehilangan seorang ayah. Ketika iring-iringan jenasah sepanjang 4 km itu Sabtu siang melewati Jalan Jenderal Sudirman, ratusan orang berbondong menghormat dan sejumlah orang kampung mengibarkan spanduk putih bercat hitam, "Selamat Jalan, Bapakku!" Dan ketika tubuh yang berumur 77 tahun itu diturunkan ke liang lahat, di pemakaman rakyat di Tanah Kusir, hujan turun rintik -- sampai upacara selesai.
Buya Hamka, yang memimpin sembahyang di rumah almarhum dan kemudian membacakan doa di makam, menangis di tengah kata-katanya. Paginya penghormatan lain diberikan: seorang lelaki agak tua datang ke Jalan Diponegoro, memasuki ruang tempat jenasah. Ia minta izin untuk melagukan nyanyian rohani. Ia seorang Kristen. Sementara itu di hari itu juga, dan begitu pun Minggu esoknya, di sekolah dan gereja Katolik diujubkan misa untuk arwah Bung Hatta.
Dukacita itu bisa hanya resmi ataupun tulus. Tapi nampaknya banyak yang berdoa seperti Presiden Soeharto berdoa: "Tuhan Yang Maha Kuasa, terimalah seorang putra besar bangsa kami."
Putra besar seluruh bangsa, tapi juga wakil utama sebual generasi gemilang yang hampir punah.
Bung Hatta lahir di Aur Tajungkang Mandianin, Bukittinggi. 12 Agustus 1902, di sebuah rumah kayu bertingkat dua. Rumah itu menghadap ke jalan raya Bukittinggi Payakumbuh, namun yang istimewa adalah tebat ikan di tanah seluas 800 mÿFD itu.
Dalam memoarnya yang tak selesai, yang terbit tahun lalu, ia sendiri melukiskan peran kolam ikan kaliuh itu bagi masa depannya: "Ikan di tebat itu menimbulkan hubungan yang baik antara kakekku, Ilyas gelar Baginda Marah, dengan orang Belanda yang berkuasa di Bukittinggi. Sewaktu-waktu mereka dikirimi ikan dari situ dan sebaliknya pada Hari Raya Idulfitri mereka…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?