Bukan Sebuah Pecinan + Masjid
Edisi: 26/10 / Tanggal : 1980-08-23 / Halaman : 50 / Rubrik : AG / Penulis :
AGAKNYA belum banyak yang tahu dalam kepengurusan Majelis Ulama Indonesia (Pusat), untuk periode 1980-1985, duduk dua orang keturunan Cina: Haji Abdul Karim Oei dan Junus Jahja.
Cina? Di sebuah majelis ulama? Satu hal baru, memang. Sebab dalam perasaan kebanyakan muslimin, "cina" memang hampir mewakili gambaran sebuah dunia "di seberang Islam". Tak peduli bahwa sejarah perkembangan Islam di Indonesia sendiri dahulu cukup banyak bersangkut-paut dengan nama-nama besar para Cina muslim. Atau bahwa raja pertama dari kerajaan Islam yang pertama di Jawa, Demak, ialah Raden Patah alias Senapati Jin Bun. Atau bahwa, menurut spekulasi Prof. Dr. Slametmuljana yang banyak ditolak orang, sebagian wali di Jawa sendiri orang Cina. Setidak-tidaknya Cina dan Islam, dan pribumi, pernah berada di satu kandang -- dan agaknya kandang yang besar juga.
Tapi yang diperbuat MUI sudah tentu bukan memberi pelajaran sejarah. Juga bukan sebuah akal-akalan: agar dengan mendudukkan mereka, keturunan Cina pada mau masuk Islam. Kenyataannya muslimin di kalangan tersebut memang telah tumbuh, di zaman yang akhir ini. Prof. Dr. Hamka pun, begitu ditanya tentang hal itu, begitu berwajah gembira. Katanya kepada TEMPO: "Keturunan Cina yang masuk Islam sekarang, bukan lagi mereka yang terusir dari keluarga atau terpepet hidupnya, hingga menjadi muallaf untuk memperoleh sedekah." Banyak dari mereka sckarang berasal dari kalangan terpelajar dan usahawan terparldang, kata Ketua MUI itu.
Hamka sendiri menyebut perkembangan yang menggembirakan terutama dalam tahun terakhir ini. Dan bila diteliti, dalam setahun ini yang masuk Islam antara lain Junus Jahja (23 Juni 1979), sarjana ekonomi lulusan Rotterdam. Ia memang seorang tokoh di Bakom PKB (Badan Komunikasi Penghayat Kesatuan Bangsa) yang bahkan sejak mahasiswa banyak dikenal mempraktekkan cita cita asimilasi.
SEHINGGA di tahun 1952, di Negeri Belanda, sebagai penasihat Presid ium Chung Hua Hui (CHH) ia menganjurkan organisasi keturunan Cina yang terpisah itu dibubarkan. Ia sendiri sudah jadi anggota Persatuan Peljar Indonesia (PPI) sejak berdirinya setahun sebelumnya, dan di sana ia ierasa "diperlakukan 100% sebagai sesama orang Indonesia". Tak heran bila masuk Islamnya banyak disambut dengan berbagai telegram dan ucapan selamat lain, lebih-lebih dari Ketua lakom PKB sendiri, Ei. Sindhunata, SH yang beragama Katolik.
Dan Junus, meski agaknya tak suka mengakui kata-kata orang bahwa masuk Islamnya banyak mempengaruhi orang lain, hanyalah menambah nama dalam daftar yang dibanggakan sebagai telah memperkuat kekeluargaan Islam. Dalam brosur yang dikeluarkan Kelompok 7, Yayasan Rahmat Semesta dan PITI (Pembina Iman Tauhid Islam, d/h Persatuan Islam Tionghoa Indonesia), yakni lembaga-lembaga di kalangan peranakan Cina muslimin, dideretkan misalnya nama-nama Masagung (dari Gunung Agung), Verawati (bulutangkis), Jeffrey Rizal Salim (pembalap mobil), di samping beberapa dosen UI seperti Mohammad Budyatna atau lainnya.
Yang disebut hanyalah nama-nama terkenal--dan dikatakan sebagai mengikuti jejak Dr.…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Menyebarkan Model Kosim Nurzeha
1994-04-16Yayasan iqro menyiapkan juru dakwah, ada di antaranya anggota abri berpangkat mayor, yang mengembangkan syiar…
Sai Baba, atau Gado-Gado Agama
1994-02-05Inilah "gerakan" atau apa pun namanya yang mencampuradukkan agama-agama. pekan lalu, kelompok ini dicoret dari…
Siapa Orang Musyrik itu?
1994-02-05Mui surabaya keberatan sebuah masjid dijadikan tempat pertemuan tokoh dari berbagai agama, berdasarkan surat at…