Peti Mati Buat Om Willem
Edisi: 12/23 / Tanggal : 1993-05-22 / Halaman : 25 / Rubrik : EB / Penulis : ATG
OM Willem belum mati. Tapi di tengah kerumunan ratusan orang di kediamannya di Jalan Diponegoro, Jakarta, Selasa pekan lalu, dua karangan bunga bertuliskan "turut berduka cita" teronggok. Sorenya, sekitar pukul 5, muncul peti mati kiriman Yayasan Kasih Merpati Dewantara.
Itulah cara nasabah mengumbar amarahnya. Mereka menduduki rumah William, lalu pindah menyerbu ke rumah Edwin Soeryadjaya di Jalan Denpasar, dekat perumahan menteri. Spanduk digelar, dan sebagian mencorat-coret tembok. Namun, soal peti mati itu rupanya di luar rencana aksi unjuk rasa. Si pengantar cuma bilang, ada pesanan melalui telepon yang minta sebuah peti mati diantar ke alamat bekas presiden komisaris Bank Summa itu.
Meski tiada seorang pun mengaku memesannya, peti itu tetap ditaruh di depan pintu masuk rumah William. Spontan para nasabah urunan masing-masing Rp 10.000, dan lunaslah biaya peti itu.
Uang Rp 10.000 tentu bukan soal bagi para nasabah Bank Summa. Lihat saja penampilan mereka, kebanyakan berbaju lengan panjang necis dan celana licin.
Frederick Marbun, misalnya, aktif di Bursa Efek Jakarta. Dia bahkan menjadi Wakil Ketua Jakarta Investors Club. Marbun ini boleh dikata nasabah paling vokal dalam menuntut kembalinya simpanannya. Tapi ia tak mau mengatakan jumlah uangnya yang mandek di Bank Summa.
Lain dengan Narto (bukan nama sebenarnya), 57 tahun, nasabah asal Surabaya. Untuk mengurus simpanannya yang macet, sudah tiga kali ini ia harus bolak-balik Surabaya-Jakarta naik pesawat. Untung, Narto punya famili di Jakarta yang bisa diinapinya. "Terus terang, saya nggak enak sama famili. Tapi nyangkutnya uang membuat keluarga kami resah. Saya kan orang dagang, putaran uang jadi tak lancar," ujar pedagang hasil bumi yang pendiam ini.
Para nasabah yang punya simpanan di atas Rp 10 juta ini tak semuanya mau disebut sebagai orang kaya. Roni, 45 tahun, misalnya, menyebut dirinya pengusaha kecil dari Pasuruan, Jawa Timur. Bajunya katun lengan panjang dengan celana panjang cutbrai yang tampak lusuh. "Uang saya bukan uang tabungan. Kalau tabungan, kan berarti saya punya duit lebih," katanya dalam logat Jawa Timur.
Roni bekerja sebagai leveransir bahan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…