Di Dpi, Mereka Digantung Tanpa Tali

Edisi: 35/09 / Tanggal : 1979-10-27 / Halaman : 40 / Rubrik : SD / Penulis :


AWAL, 1977, Isack Wally (25 tahun) memutuskan untuk mengorbankan
masa bulan madunya. Pertengahan Juni 1977, bersama isterinya ia
meninggalkan Irian Jaya menuju Sumatera Utara. Di Labuhan Batu,
50 km dari Rantau Prapat (Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat)
atau sekitar 250 km dari Medan, ada sebuah proyek besar yang
bernilai ratusan juta rupiah. Desa Pemuda namanya. Ke sanalah
Isack laki-bini mencoba menanam hari depan.

; Di desa itu KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia)
mengumpulkan keluarga dari berbagai daerah Nusantara.
"Pengalaman pasti bertambah, paling kurang karena berjumpa
dengan temanteman lain suku. Apalagi beberapa fasilitas
disediakan," Wally bercerita.

; Orang tua Wally--seorang nelayan--sebenarnya tak setuju anaknya
pergi. Tapi pemuda ini tidak peduli. "Mau jadi apa kalau saya
tetap mengeram di tempat asal saja, nggak ada kemajuan," kata
Wally mengenangkan keberaniannya mengambil putusan. Waktu itu
Desa Pemuda dikiranya hanya sekitar 6 km dari Medan. "Bahkan
saya gembira, karena berniat melanjutkan kuliah," katanya lebih
lanjut. Mata pencahariannya sebagai guru honorer di SMP dan SMEP
di Irian Jaya ditinggalkannya begitu saja.

; Akan tetapi ketika ia sampai di desa yang dimaksud ia jadi
bengong. "Ternyata kami sudah dibohongi. Banyak gambaran tentang
Desa Pemuda Indonesia (DPI) bertentangan dengan yang kami
peroleh ketika kami di Jakarta," ujarnya dengan jengkel. Apalagi
tatkala diketahuinya tidak ada program dari DPI. "Kami seperti
kehilangan pegangan dan digantung tanpa tali," keluhnya.

; Wally terkesima ketika dihadapkan pada alat-alat pertanian,
karena ia bukan Dangsa petani. Apalagi yang disebut alat itu
cuma pacul dan babat. Menurut perhitungannya untuk menggarap
tanah 2 ha dengan alat-alat semacam itu setidak-tidaknya
membutuhkan 3 orang. "Saya sudah coba, tapi tenaga manusia
manapun tak akan mampu mengolah tanah memakai alat-alat
pertanian demikian. Mengupah kepada orang lain? Ilah, mana ada
biaya," kata Wally kemudian.

; Kesulitan Wally bertambah tatkala bantuan dari KNPI yang
diterimanya Rp 15 ribu setiap bulan distop sejak Maret 1978.
Hampir saja ia keok. Terpaksa keahliannya sebagai pendidik
dihidupkan kembali Kini ia menjadi guru honorer di sebuah SD di
Aek Kanopan, 13 km dari DPI dengan penghasilan Rp 18 ribu per
bulan. Itulah yang menolongnya hingga bisa bertahan sampai
sekarang di DPI.

; Akan tetapi kesulitan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
DIA DI BELAKANG PENONTON
1983-02-05

Walaupun bisa nonton gratis, penghasilan rata-rata kecil, juga terancam bahaya radiasi.

D
DI TUBUHMU KULIHAT TATO
1983-02-12

Dengan adanya isu bahwa orang bertato akan diculik jumlah permintaan untuk ditato menjadi turun, bahkan…

D
DI TUBUHMU KULIHAT TATO
1983-02-12

Dengan adanya isu orang yang bertato akan dibunuh, jumlah permintaan untuk ditato menjadi turun bahkan…