Potret Pemilu Di Desa

Edisi: 35/09 / Tanggal : 1979-10-27 / Halaman : 45 / Rubrik : DS / Penulis :

I KETUT Bambang Gde Rawi amat terkenal. Orang tua inilah
satu-satunya yang masih bisa menyusun penanggalan Bali
tradisional. Dan dia pula yang sempat menjadi kepala desa selama
36 tahun sejak 1942 di Desa Cehlk, Gianyar, Bali. Merasa sudah
tidak lagi mampu, tahun lalu ia mengundurkan diri, meskipun
masyarakat Celuk masih mempercayainya.

; Sebuah panitia buru-buru dibentuk, mencari pengganti Ketut
Bambang. Ternyata tidak mudah, sebab para calon umumnya tidak
bersedia, termasuk seorang anggota Polri dan Ketut Suardja.
Calon kedua ini malah menyumbang Rp 200.000 kepada panitia
dengan syarat agar ia tidak dipilih. Lembaga masyarakat di Bali
yang disebut banjar akhirnya berapat.

; Keputusannya: secara aklamasi mereka mendesak agar Ketut Suardja
bersedia menjadi kepala desa. "Kalau panitia yang menunjuk, saya
akan tolak. Tapi kalau banjar yang memilih, itu kan kepercayaan
rakyat pada saya," ujar Suardja, 3 5 tahun, sarjana hukum
lulusan Universitas Parahyangan, Bandung yang punya sebuah art
shop di desanya.

; Menjadi kepala desa di Bali mungkin tidak menarik. Berbeda
dengan di Jawa, kepala desa di Bali tidak mendapat hak sawah
bengkok, tapi semata-mata karena kepercayaan rakyat. Ini
sebaliknya dari jabatan kepala desa di Delanggu, Klaten, Jawa
Tengah misalnya.

; Meskipun sama-sama mendapat kepercayaan rakyat -- melalui
pemilihan langsung--kepala desa di Delangguyang tanahnya subur
boleh berharap bisa kaya "Dengan bengkok seluas 4 ha, orangtua
saya mampu membiayai keluarga," ujar Sukarno, 21 tahun,
mahasiswa UNS, Sala. Kepala desa di sana rata-rata memiliki
sebuah skuter.

; Bisa dimaklum kalau jabatan basah itu menjadi inceran. Lima
tahun lampau, di Delanggu…

Keywords: -

---

Foto Terkait