Kesunyian Seorang Sopir Taxi

Edisi: 37/09 / Tanggal : 1979-11-10 / Halaman : 37 / Rubrik : FL / Penulis :

SETIAP tanggal 10 Nopember semua orang teringa kepada para
pahlawan. Tidak ada salahnya sekali ini menengok para penjaganya
yang rata-rata ingin jadi pegawai negeri. Di Solo Makam Pahlawan
"Kusuma Bakti" bermula dijaga oleh 13 orang "juru kunci".
Sekarang hanya 7 hidung yang tetap bertahan menjaga 1014 kuburan
di tanah seluas 8 Ha. "Yah mestinya 13 orang baru cukup. Yang 6
orang mengundurkan diri, tak tahan, keadaan penjaga makam di
sini prihatin, memelas," kata Nariman salah seorang penjaga yang
bertahan.

; Ke 13 orang itu mulai masuk 1975. Honor mereka hanya Rp 2000
--tanpa imbuhan apa-apa. Kalau mereka kemudian tidak betah,
memang wajar. Kalau betah justru mengherankan. Dan ini ternyata
ada alasannya. "Kami ini sebenarnya mencoba menungu. Waktu
masuk dulu bapak pimpinan di sini menjanjikan setelah 3 bulan
akan dapat beslit," kata Nariman lebih lanjut. Ia dan
kawan-kawannya mengartikan itu sebagai janji akan diangkat
pegawai negeri. Nyatanya sampai sekarang hampa.

; "Surat permohonan sudah masuk," kata Rapono (30 tahun) rekan
Nariman. Jawaban yang datang adalah seruan untuk bersabar.
Lantas mereka pergi ke Kantor Sosial Solo. "Dengan menangis,
kami minta kenaikan upah," kata Pawiro Sukarto (40 tahun).
Untun hasilnya ada. Sejak Juli 1978 upah ditingkatkan menjadi
Rp 5.000. Tetapi ada berita kuping mengatakan bahwa sebenarnya
hak mereka adalah Rp 8.000. Ini menggerakkan kaki mereka kembali
ke kantor sosial. Hasilnya? "Kami diancam akan dikeluarkan,"
kata Matmuri (30 tahun). Segera disambung oleh…

Keywords: -

---

Foto Terkait