Menilai Bung Karno, Setelah Blitar

Edisi: 18/09 / Tanggal : 1979-06-30 / Halaman : 08 / Rubrik : NAS / Penulis :


 

Edi, 20 tahun, dari udik di Subang, mengenal Bung Karno hanya dari cerita orang-orang tua. Juga Jaka Budi, 17 tahun, murid SMA di Jakarta dan anak seorang panglima Kodam, hanya tahu Bung Karno dari teman-temannya, yang ikut grup musik Swara Mahardhika pimpinan Guruh Sukarno. Bila Edi menyangka Bung Karno adalah "orang sakti yang 'punya banyak jimat", Jaka menganggap Bung Karno, 'yah, bagaimana, ya, lumayan, deh.'

Itu pendapat anak muda sekarang. Tapi baik kita dengarkan pendapat orang-orang yang mengenal Almarhum, sebagai berikut:

SAJUTI MELIK

Sajuti Melik, kini anggota DPR fraksi Karya Pembangunan, menjelang 70 tahun umurnya. Di pertengahan 60-an ia dikenal sebagai penulis risalah panjang "Belajar Memahami Sukarnoisme", suatu tafsiran tentang ajaran Bung Karno. Pada saat itu, fikiran Bung Karno dalam pidato Manifesto Politik dan lain-lain praktis merupakan semacam "Kitab Suci" bagi seluruh kekuatan olitik yang ada. Siapa yang dianggap menyeleweng kena "ganyang."

Namun penafsiran tentang ajaran itu menimbulkan bentrokan, terutama antara yang pro-komunis dengan yang bukan. Sajuti termasuk yang terakhir. Tapi tulisannya yang disiarkan oleh lebih 50 koran non-komunis, kemudian ternyata dinyatakan "terlarang". Koran-koran itu kena tindak. Sajuti, yang dalam umur 18 tahun sudah dibuang pemerintah Belanda ke Digul dan "dibesarkan dalam paham Marxisme", tetap menolak penafsiran Marxis atas ideide Bung Karno. Ia dikucilkan, hingga meletusnya peristiwa G-30-S. Suasana politik berbalik sama sekali setelah Orde Baru lahir 1966.

"Sesudah Bung Karno jatuh, orang yang tadinya menyembah-nyembah lantas memaki-maki. Saya sendiri tetap menghargai. Padahal dulu waktu ia masih berkuasa sayalah yang berani menentang konsep Nasakom (persatuan Nasionalis, golongan Agama dan Komunis). Saya katakan Nasakom itu tidak betul, yang betul adalah Nasasos -- "sos" dalam arti "sosialis", yaitu sosialis yang menghargai nasionalisme dan agama. Komunis tidak menghargai agama. Tak mungkin bersatu.

Bung Karno terjebak dalam perangkap strategi PKI. Terjebak karena dia tidak tahu. Waktu itu Bung Karno melihat kekuatan yang nyata ada dua, PKI dan ABRI Supaya selamat, keduanya dirangkul. Tidak tahunya, PKI dan ABRI bentrok. Dan kalau keduanya bentrok, yang di atas itu jatuh. Siapapun yang menang. Seandainya PKI menang, Bung Karno juga akan jatuh. Bung Karno menganggap PKI bisa menurut. Tapi tidak bisa. Kelemahan Bung Karno adalah ia suka disanjung. Dan PKI pintar menyanjungnya.

Tapi saya tetap menghargainya. Bung Karno juga yang membawa kita kembali ke UUD '45.

MARIA ULFAH SUBADIO

Maria Ulfah Subadio, kini 67 tahun, pernah menjadi Menteri Sosial di tahun-tahun awal usia Republik. Ia tokoh Kowani (Kongres Wanita Indonesia). Suami Maria Ulfah adalah Subadio Sastrosatomo, pemimpin PSI yang dipenjarakan Bung Karno. Mereka menikah waktu Subadio dalam status tahanan.

"Saya amat kagum kepada Bung Karno semasih jadi mahasiswa di Negeri Belanda. Saya membeli dan membaca karangannya, Indonesia Klaagt Aan atau Indonesia Menggugat. Sebagai aktivis dan seorang pemujanya, saya bungkus baik-baik-buku itu ketika kembali ke Indonesia, dan berhasil lolos dari pemeriksaan. Waktu itu buku itu terlarang di Indonesia.

Di zaman Jepang baru saya berhasil bertemu dengan Bung Karno. Pertama kali di gedung pertemuan, sekarang gedung Departemen Penerangan Jalan Merdeka Barat, Jakarta. Kedua kalinya ketika bersama beberapa tokoh wanita saya diundang Ibu Inggit (isteri Bung Karno waktu itu) ke rumah kediamannya yaitu Jalan Pegangsaan Timur atau Jalan Proklamasi sekarang. Waktu itu belum zaman merdeka.

Ibu Inggit baru pulang bersama Bung Karno naik becak. Bung Karno lalu ikut duduk bersama kami. Ah, di situlah terjadi suatu hal yang tak terduga-duga. Ibu Inggit menceritakan riwayatnya dan minta diri karena mau kembali ke kampungnya. Kami pun jadi mengerti ia tak mau dimadu. Mendengar cerita Ibu Inggit, kami pun tak…

Keywords: Ir. SoekarnoBung KarnoSajuti MelikMaria Ulfah SubadioA.H. NasutionSitor SitumorangHerawaty DiahHarry Tjan SilalahiGanis HarsonoMoh. RoemSoedjatmokoKarna Radjasa
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?