Tv Masuk Desa; Beginilah Kalau Televisi ...

Edisi: 27/09 / Tanggal : 1979-09-01 / Halaman : 50 / Rubrik : MD / Penulis :


MEREKA yang bermukim di pinggir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, tidak terlalu melarat. Penghasilan mereka, sesudah dipakai untuk keperluan hidup sehari-hari, masih bersisa. Dan sisa itu memburu pesawat teve. Bahkan ada yang sudah membeli pesawat teve berwarna pula.

Keranjingan ber-teve itu dirasakan sejak beberapa tahun lalu, sementara beredar cerita bahwa pemerintah segera akan membangun lebih banyak stasion relay supaya jangkauan siaran Jakarta makin jauh ke berbagai pelosok tanah air. Apalagi Indonesia sudah dalam zaman Palapa yang memungkinkan siaran teve itu diperluas.

Tapi di Kecamatan Melak, pinggiran Mahakam, cerita itu masih berupa impian. Pesawat sudah terbeli, sedang gambarnya belum bisa terlihat. Camat setempat Ridwan Syachrani BA, mengatakan: 'Televisi di sini hanya buat hiasan belaka."

Hiasan itu bisa anda lihat kalau bertamu di Melak. Hal sama juga dijumpai misalnya, di Pulau Simeuleu, Aceh yang belum dijangkau siaran teve. Penduduk pulau itu pun terbilang baik kehidupannya karena hasil cengkeh. Kalau sedang panen cengkeh, pergilah mereka ke daratan Aceh, bahkan juga ke Medan untuk membeli pesawat teve. Penduduk Melak maupun Simeuleu itu yakin betul rupanya bahwa siaran teve akan segera masuk ke desa mereka.

Di Jawa sendiri peristiwanya lain lagi. Umpamanya di Desa Bungbulang yang 75 km ke selatan Garut, Jawa Barat, dua tahun lalu penduduk membeli pesawat dari kota. Ternyata benda itu hanya mengeluarkan suara, sedangkan gambarnya hanya berupa garis-garis gerimis. Tak jelas ketika itu bagi orang desa, apakah karena stasiun penghubung di Gunung Cikuray belum berfungsi atau si pemilik tak pandai memasangnya.

Kemudian, pertengahan 1978, muncul seorang pedagang dari Tasikmalaya dengan sebuah pesawa AC/DC. Menakjubkan sekali ini. "Heran, kok gambarnya bisa tertangkap," teriak Sulaeman kepala kampung Bungbulang waktu itu. Maka makin ramailah orang yang berduit di desa itu membeli. Kalau tak ada uang kontan, perhiasan dilepas. Ada pula yang sampai menjual kerbau yang tadinya membantu tuannya mengolah tanah. Ada yang menggadaikan sawah dan menjual tanah pekarangan segala.

Di Sumatera Barat orang tak bisa ringan-tangan untuk menggadaikan tanah. Orang Minang memang belum terdengar menggadaikan tanah, untuk televisi. Tapi ada anak muda menggadaikan sawah lantaran hendak membeli sepeda motor yang diiklankan televisi.

Melihat gejala itu, di Desa Sei Rimbang, Kabupaten 50 Kota bulan Juli lalu, Kerapatan Adat Nagari memutuskan untuk melarang penduduk menggadai dan menjual sawah. Hanya boleh dijual atau digadai jika memang sudah suntuk. Misalnya tak ada uang lagi untuk upacara penguburan.

Para pedagang tinggal menangguk keuntungan dari keranjingan bertelevisi ini. Konsumen di desa tak kurang gengsi kalau lagi berbelanja. Di Soppeng, Sulawesi Selatan, orang desa yang masuk toko biasanya kurang paham mengenai ukuran layar pesawat. Pokoknya, mereka meminta "tivi yang paling besar" dan "antena yang paling tinggi" lengkap dengan lampu warna-warni di ujungnya, supaya tetangga sekampung lalu.

Keadaan ekonomi berbagai daerah ikut menentukan penyebaran pesawat teve, terutama sejak terjangkau oleh stasion relay. Ke Lampung yang kaya kopi memang deras…

Keywords: TVTelevisiTVRISiaran IklanDepartemen PeneranganDeppenRidwan Syachrani BADr AlfianSocparyatI Gusti Putu JagraSuhardi BAIdrus HakimiM.N. Supomo
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

T
Televisi dan Bahasa Isyarat
1994-05-14

Dengan siaran berita dalam bahasa isyarat, dua stasiun televisi mengukir jasa untuk tunarungu. tapi yang…

"
"Diabetes" dan Pasien Diabetes
1994-05-14

Tirasnya 5.000 eksemplar, pasarnya 3 juta orang, dan pengasuhnya para dokter spesialis kencing manis. isinya:…

K
Karena Foto atau 20% Saham?
1994-04-16

Setelah ada teguran dan cekcok foto, pemimpin redaksi dan beberapa wartawan harian merdeka dikenai phk.…