Memukat Nelayan Pondok

Edisi: 25/02 / Tanggal : 1972-08-26 / Halaman : 41 / Rubrik : EB / Penulis :

BAGI Indonesia jang Lebih separoh wilajahnja digenangi air asin,
sektor pertanian bisa djuga bermakna penangkapan ikan. Laut
merupakan wilajah luas tempat sedjuta nelajan bergelut mentjari
nafkah, meskipun keadaan mereka dari tahun ketahun begitu-begitu
djuga. Sementara kapal-kapal motor Djepang, Taiwan dan Korea
Selatan konon semakin radjin menguras ikan dilautan Indonesia.
Itulah mungkin sebabnja, persetudjuan bersama jang baru-baru ini
ditandatangani dua Profesor masing-masing Menteri Pertanian
Profesor Tojib Hadiwidjaja dan Menteri Transkop Profesor Subroto
dapat dipandang sebagai aba-aba untuk mendahului nasib para
nelajan ikan. Sementara beberapa waktu sebelum itu, diawal tahun
anggaran 1972/1973, Direktorat Djenderal Koperasi dan Perikanan
mendapat kehormatan untuk menjampaikan kredit Rp 200 djuta pada
Ikatan Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI).

; Dipotong-potong. Berbeda dengan petani-petani disawah jang sudah
pandai memberi makan penduduk kota, usaha para nelajan lebih
terbatas pada memenuhi kebutuhan hidup keluarga sadja. Nizan
Zachman, Direktur Djenderal Perikanan menaksir pendapatan
rata-rata seorang nelajan setiap hari kelaut hanjalah antara Rp
120 sampai Rp 250. Ini tergantung pada daerah penangkapan dan
peralatan jang dipakai. Hasil tersebut masih harus dipotong lagi
dengan pungutan-pungutan retribusi ditempat pelelangan ikan
(TPI): 8% di Djawa Tengah dan 10% di Djawa Barat. Meskipun dari
retribusi itu disisihkan 2«% di Djawa Tengah dan 1« di…

Keywords: -

---

Foto Terkait