Warisan Srimulat

Edisi: 28/02 / Tanggal : 1972-09-16 / Halaman : 26 / Rubrik : HB / Penulis :

EMPAT puluh tukang semir perut telah meninggalkan liangnya di
THR Surabaya, untuk mengocok penonton Jakarta di teater terbuka
TIM. Di pimpin oleh suami Sri Mulat almarhumah, pemimpin grup
sebelumnya, selarna 5 hari mereka telah dapat membuktikan bahwa
nlereka menlang pantas di beri sertifkat badut. Bukan dengan
cara nlenjual kejelekan atau keanehan tubuhnya - sebagaimana
sering sekarang di lakukan oleh rombongan Bing Slamet dan
-kawan-kawan- - tetapi dari segi kelihaian mulutnya memutar
soal, sehingga kalimat-kalimatnya berubah bagaikan tongkat
penggeli mengaduk perut yang nonton. Bahasa Jawa yang tidak
mengganggu penangkapan telinga-telinga yang berbahasa Indonesia,
telah berkongsi dengan bahasa Indonesia gaya Pujangga Baru,
menimbulkan suasana bombas yang jenaka. Barang siapa yang
menonton pertunjukan WS Rendra yang bernama Pangeran Homburg,
yang penuh kalimat-kalimat berlebihan yang di sengaja, pasti
akan merasakan bahwa pelawak-pelawak Surabaya ini telah mencapai
tingkatan tertentu dalam kerajaan lawak, sebagaimana juga WS
Rendra dalam dunia teater. Sehingga tak mengherankanlah kalau
seorang penonton serta merta memberi komentar: "Wah ini lawakan
untuk kaum menengah!". Entah apa maksudnya dengan kaum menengah.
Yang jelas dia tidak banyak ketawa, sementara penonton dibagian
muka sampai berteriak-teriak karena gelinya bersambung sambung.

; Cemooh. "Kami bukan ludruk, bukan lawakan, bukan sandiwara.
Lebih tepat dinamakan komedi, atau kalau bahasa Jawa dagelan",
kata Teguh pemimpinanya, suami almarhumah…

Keywords: -

---

Foto Terkait