Wajib Gabung Bagi Parpol
Edisi: 41/02 / Tanggal : 1972-12-23 / Halaman : 05 / Rubrik : NAS / Penulis :
SEPERTI mengidap penyakit bengek, sesak nafas mulai menyerang
parpol-parpol semenjak menjelang pemilu tahun lalu. Ketika itu
hampir dengan licinnya Golkar menggunduli mereka sepanjang
masa-masa kampanye dan terbukti nyata setelah kotak suara dibuka
di mana-mana. Kelanjutannya masih berjalan juga: Tap MPRS
tentang penyederhanaan kepartaian semakin di dengung-dengungkan
sembari menunjuk bahwa wakil partai-partai politik itu tidak
lebih dari beberapa bungkah batu di tengah pasir Golkar dan
pembinanya --yaitu ABRI--dalam Parlemen. Tetapi apa boleh buat.
Pemerintah masih cukup baik hati memompakan pernafasan dengan
hadiah berupa satu-dua orang wakil bagi mereka yang tak berhasil
mengantongi sebuah kursi-pun di lembaga Legislatif. Namun,
sementara jantung mulai berdetak agak datar, suara
penyederhanaan makin membisingkan. Untuk ini serta-merta pula
Amirmachmud, Mendagri yang cukup cakap ber-"kampanye" menjelang
pemilu dan Ali Murtopo, melontarkan hasil renungan untuk
membatasi kegiatan parpol-parpol mulai tingkat kecamatan ke
bawah.
; Dan benar juga, jalan rata menuju Tap MPRS yang masih
mengawang-awang itu diperlicin lagi dengan angka maksimum 2--1.
Dua untuk jumlah parpol dan satu bagi Golkar sebagai
ancang-ancang peserta dalam Pemilu tahun 1976. Kedua jenis angka
itu tampaknya sudah tak mempan ditawar lagi, menurun maupun
naik. Sehingga artinya cuma satu, parpol-parpol yang merasa
berdekatan bau-baunya harus bersatu padu. Kata pendahuluan
diajarkan pemerintah liwat pembentukan fraksi-fraksi di DPR. Dan
tanpa banyak mencari mimpi-mimpi lagi, Kelompok Demokrasi
Pembangunan dan Kelompok Persatuan Pembangunan, plus Golkar (dan
ABRI) adalah hasilnya. Agaknya ajaran ini cukup mendalam,
sehingga dalam bab-bab berikutnya ternyata mudah tersimpul
menjadi dua jenis bau saja dari 9 buah parpol yang ada. Yaitu,
fihak pertama - yang untuk selanjutnya disebut Persatuan
Pembangunan (PP)-terdiri dari NU, PSII dan Parmusi, sementara
fihak kedua--yang untuk selanjutnya disebut Demokrasi
Pembangunan (DP) -- terdiri dari PNI, IPKI, Parkindo, Partai
Katholik dan Murba. Gaya Zaidan Perkara pertama segera timbul:
bagaimana bentuk per-campur-bauran bau-bau yang berbeda-beda dan
malahan di antaranya pernah saling bersitegang dengan sengit itu
menjadi hanya dua? Sebab sebegitu jauh, dari fihak eksekutif,
Presiden Soeharto berkali-kali dengan cara sederhana menyebut
munculnya tiga bendera dalam Pemilu tahun 1976 nanti dan tidak
pernah menyebut pasti persatuan bagaimana sebaiknya. Sehingga
sebagaimana lazimnya politikus-politikus Melayu, didengungkan
berbagai makna: Fusi, atau federasi ataukah konfederasi sebagai
yang sekarang berlangsung di antara mereka di dalam DPR? Ketika
tanyajawab di antara tokoh parpol-parpol -- terutama dari fihak
Persatuan Pembangunan - pertanyaan berikutnya segera menyusul:
apabilakah itu dilakukan? Sekarangkah, yaitu tahun 1972, tahun
mukakah, bertahap menjelang 1976, ataukah menunggu kongres dari
semua parpol-kah?
; Kah-dan-kah belum terjawab, ketika Drs Zaidan Djauhari, salah
seorang ketua PB--NU dan ketua umum NU Wilayah Sumatera Selatan
muncul. Dia datang di Jakarta dengan iringan delegasi dari 4
parpol Islam wilayah propinsi itu dengan satu pernyataan: kami
sudah berfusi dan silakan pengurus pusat masing-masing
mengikutinya. Gaya Zaidan cepat menular, wilayah-wilayah
parpol-parpol dari Jawa Barat, Sumatera Utara, Sulawesi dan
berbagai tingkat propinsi lain nya melakukan hal serupa,
sekurang-kurangnya dalam bentuk mengirim pernyataan. Namun
soalnya tidak semudah itu, urusan di PB masing-masing tidak
secepat itu. Di dalam…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?