Sisa-sisa Manusia Perahu

Edisi: 42/23 / Tanggal : 1993-12-18 / Halaman : 51 / Rubrik : SEL / Penulis : ATG


Pulau Galang, tempat penampungan pengungsi di provinsi Riau, tak lama lagi akan ditutup. Pulau itu akan dikembangkan sebagai kawasan industri. Bagaimana nasib "manusia perahu" yang menghuni daerah itu? Ada yang lolos saring untuk dikirim ke negara penerima, ada yang harus dikembalikan ke negeri asalnya. Wartawan TEMPO Ardian T. Gesuri mengunjungi pulau itu dan menulis denyut nadi sisa-sisa pengungsi. Adapun di bagian kedua adalah kisah sukses para pengungsi di negeri harapan, Australia dan Amerika Serikat.

Belum ada kabar bagaimana nasib para manusia perahu itu. Oktober lalu, setelah berhari-hari terombang-ambing di Laut Cina Selatan, mereka terseret arus Laut Jawa dan terdampar di pantai Tuban, Jawa Timur. Kapal kayu mereka -- lebih mirip angkutan sungai di Indonesia -- mengalami kerusakan mesin yang lumayan parah. Dan para penumpangnya, 53 orang, yang hampir separuhnya anak-anak, berwajah pias karena perut yang melilit dan kejangkitan bermacam penyakit. Mereka ditampung di sebuah kelenteng di pantai nelayan itu.

Kabar adanya pengungsi Vietnam yang terdampar di pantai Tuban itu segera tersiar. Secara spontan mengalirlah bantuan dari masyarakat sekitar. Ada yang membawakan nasi, sayur sop, atau bihun goreng. Sedangkan pengungsi yang sakit dibawa ke rumah sakit dekat situ.

Namun, sampai di situlah bantuan yang diberikan masyarakat dan pemerintah. Setelah mesin kapal selesai diperbaiki, mereka pun harus melaut kembali. Kapal yang sarat penumpang itu tambah miring karena dijejali bantuan masyarakat berupa beras, pakaian bekas, dan makanan kering. Dan kabar terakhir, pertengahan November lalu, mereka sudah lepas dari perairan dekat Banyuwangi.

Dan di manakah mereka kini berada? Tak ada yang tahu. Bahkan mungkin sedikit sekali orang yang ingin tahu. Apakah mereka bakal bisa mendarat di pantai barat Australia, di "tanah harapan"? Atau mengalami nasib sial, tergulung ombak Lautan Hindia? Entah, dan mudah-mudahan bukan itu yang terjadi.

Cerita "manusia perahu" memang sering mengenaskan. Sejak awal kisah mereka itu dipenuhi duka. Awalnya adalah ketika mereka harus melego semua hartanya untuk bisa ikut naik ke kapal. Lalu, mereka dikumpulkan oleh calo dan dimintai ongkos angkut mulai senilai Rp 900.000. Semua langkah itu harus melalui kucing-kucingan dengan aparat pemerintah Vietnam. Soalnya, kalau ketahuan punya niat kabur saja, konon mereka bakal dijebloskan ke bui, tanpa proses pengadilan.

Di lautan luas, dengan kapal motor kayu kecil, mereka bermain dengan nasib. Jatah makan dan air minum amat minim. Syukur-syukur mereka bisa segera mencapai wilayah yang mau menerima mereka. Yang acap terdengar adalah kisah sedih, seperti adanya perompak yang tiba-tiba saja mencegat perahu, menjarah harta mereka hingga ludes, dan memerkosa wanita-wanita yang berkulit kuning itu. Pun, bila dalam keadaan kusut masai begitu mereka terdampar di sebuah daratan, belum tentu mereka mendapat sambutan hangat dari penduduk di situ. Kadang mereka dilempari batu, diusir kembali ke tengah laut.

Mereka baru selamat, untuk sementara, bila mereka sudah memasuki wilayah kepulauan Indonesia. Soalnya, negara-negara yang punya kamp pengungsi lainnya seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Hong Kong, enggan menerima kehadiran mereka. Bila kapal pengungsi itu menjumpai patroli laut Kerajaan Malaysia, misalnya, seperti pengakuan para pengungsi, mereka cuma diberi bekal seadanya lalu ditunjukkan arah menuju Pulau Galang. Maka, ketika pulau di wilayah Indonesia sudah tampak, mereka pun segera membolongi kapal atau sengaja merusak mesin kapal. Dengan alasan yang dibuat-buat itu akhirnya mereka ditampung di Pulau Galang.

Seandainya saja para manusia perahu itu datangnya dulu-dulu, pada tahun 1980-an, nasibnya mungkin lebih bagus. Mereka mungkin segera meraih apa yang mereka impikan: tinggal di negara makmur seperti Amerika Serikat, Kanada, atau Australia. Waktu itu, dari tempat pendaratan, mereka diangkut ke Pulau Galang. Di sini kebutuhan hidup minimum mereka akan diurus oleh UNHCR (badan PBB yang mengurusi para pengungsi) dan P3V (badan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…