Bila Lee Kuan Yew Datang Bertamu...

Edisi: 12/03 / Tanggal : 1973-05-26 / Halaman : 04 / Rubrik : LN / Penulis :


SEBUAH perahu kurus dan sederhana melancar di atas ombak. Angin
mendorong layarnya yang primitif. Dalam beberapa jam saja para
penumpangnya - warganegara Republik Indonesia, mungkin
penyelundup, -- akan sampai ke pantai sebuah negeri lain.
Bernama Singapura.

; Begitu dekat jarak kedua negeri itu: selat yang memisahkannya
tak sampai lebih lebar dari 30 mil. Tapi seperti sering terjadi
dalam masalah hubungan antar-negara, sejarah yang datang
kemudian merupakan faktor yang lebih penting daripada peta bumi.
Dan sejarah mutakhir antara Singapura dan Indonesia memang
bukanlah sejarah yang selalu menggambarkan keintiman. Itulah
sebabnya kalau Perdana Menteri Lee Kuan Yew minggu ini
berkunjung ke Jakarta, sebenarnya sesualu yang bisa disebut
historis terjadi -- bila tak ada aral melintang. Seperti
tamu-tamu penting lainnya, orang kuat Singapura ini akan
disambut dengan upacara resmi. Seperti tamu-tamu resmi lainnya
juga, ia akan berkunjung ke Taman Pahlawan Kalibata, meletakkan
karangan bunga. Dan antara lain di situlah peristiwa yang
menarik akan terjadi. Sebab di antara pahlawan Indonesia yang
dimakamkan di situ terdapat dua nama, Usman dan Harun. Mereka
adalah dua prajurit KKO yang pada pagi hari 17 Oktober 1968 mati
menjalani hukuman gantung yang dijatuhkan pemerintah Singapura.

; Penjara-Canggih

; Yang terjadi di penjara Canggi hari itu memang merupakan noktah
hitam yang buruk dalam riwayat kehidupan bertetangga kedua
Republik setelah masa konfrontasi. Di seluruh Indonesi orang
terkejut dan marah pada tindalan Singapura, termasuk mereka yang
tak menyetujui politik "ganyang" Presiden Soekarno yang telah
menyelundupkan kedua prajurit Indonesia itu ke seberang untuk
sabotase. Begitulah, waktu itu bendera setengah tiang dikibarkan
di mana-mana. Para mahasiswa KAMI, yang baru saja reda dengan
demonstrasi menentang pemerintah lama mereka, beraksi kembali
dan bahkan merusak kaIltor kedutaan Singapura di Jakarta,
tindakan pertama post-Gestapu terhadap sebuah perwakilan asing
nonkomunis. Kepala Daerah DKI Jaya, Ali Sadikin, seorang perwira
tinggi KKO, bahkan dikutip menyatakan kemarahannya hingga ia
"ingin berkelahi lagi", dengan pandanan ke kota besar lain di
seberang Selat Singapura itu. Malahan umum diketahui. bahwa
Presiden Suharto sendiri -- seorang prajurit, tapi lebih dari
itu seorang serius yang perasa -- bukan tidak marah benar.
Kepala Negara waktu itu tclah menjalankan usaha untuk
menyelamatkan jiwa Usman dan Harun semaksimal mungkin dalam
batas-batas kesopanan hubungan internasional, tapi diplomasi
bersahabat Presiden yan baru dua tahun menggantikan Soekarno ini
ditampik oleh sang negara tetangga. Kedua prajurit itu tetap
menjalankan hukumam Tak mengherankan bila sekelompok mahasiswa
Singapura sendiri (yang biasanya diam saja) menyesalkan sikap
pemerintah mereka dan seorang sarjana dari negeri itu kemudian
mengakui bahwa "waktu itu kami belum tahu benar Indonesia".

; Memang, dalam soal penggantungan dua prajurit KKO itu tak
seluruhnya Pemerintah Singapura berdiri dalam pojok yang salah.
Seperti dikatakan oleh Let. Jen. Rukminto Hendraningrat,
Dutabesar RI untuk Singapura sekarang kepada TEMPO minggu lalu:
"Mereka memang mewarisi tradisi hukum Inggeris yang tidak
mengenai campur tangan politik". Hingga seandainya pun
kepentingan politik waktu itu menyeyogyakan pemerintah Singapura
agar dua KKO itu tidak jadi dihukum mati, pengadilan akan tetap
melihatnya dari segi kesamaan perlakuan oleh hukum. Tentu saja
pendapat seperti itu masih bisa diperdebatkan - mengingat
kuatnya pengaruh pemerintah Lee Kuan Yew di segala bidang
kehidupan Singapura dan adanya. keluwesan juridis sekedarnya,
misalnya untuk menangguhkan pelaksanaan hukuman. Tapi ucapan
Duta besar Rukminto mencerminkan sikap pemerintah Indonesia
kini, hampir 5 tahun setelah peristiwa itu terjadi, dalam suatu
masa ketika kerukunan ASEAN harus diutamakan: bahwa kita tak
perlu lagi mencari-cari kesalahan Singapura dalam perkara itu
sebab yang pokok sekarang adalah hubungan baik.

; Nomor Empat

; Hubungan baik itu nampak jelas benar merupakan garapan penting
para pemimpin kedua negara. Salah satu hasilnya ialah kenyataan
bahwa Singapura kini merupakan negara nomor empat dalam urutan
negara-negara penanam modal di Indonesia, dalam kira-kira 40
proyek yang bernilai lebih dari $ 170 juta. Pemerintah Singapura
memang menganjurkan para usahawan negeri itu mengadakan
investasi di sini. Dan kehidupan diplomatik kedua negara cukup
maju. Staf inti KBRI di Singapura terdiri dari orang-orang yang
penuh pengertian akan pendirian Singapura dalam banyak hal, dan
sungguh berarti besar bahwa mereka dipimpin oleh seorang
Dutabesar bekas Sekjen ASEAN. Begitu pula staf inti kedutaan
besar Singapura di Jakarta -- berbeda dengan masa sebelumnya
--juga menunjukkan kegiatan yang lebih mcluas dan nampak
Dutabesarnya, Lee Khoon Choy, seorang pendiam tanpa kemanisan
diplomatik yang lancar-licin, barangkali karena kegemarannya
akan kesenian barangkali pula karena sikapnya yang tidak unjuk
dada, menyebabkan ia…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Serangan dari Dalam Buat Arafat
1994-05-14

Tugas berat yasser arafat, yang akan masuk daerah pendudukan beberapa hari ini, adalah meredam para…

C
Cinta Damai Onnalah-Ahuva
1994-05-14

Onallah, warga palestina, sepakat menikah dengan wanita yahudi onallah. peristiwa itu diprotes yahudi ortodoks yang…

M
Mandela dan Timnya
1994-05-14

Presiden afrika selatan, mandela, sudah membentuk kabinetnya. dari 27 menteri, 16 orang dari partainya, anc.…