Irian Jaya Menuju Zaman Celana Tali

Edisi: 13/03 / Tanggal : 1973-06-02 / Halaman : 40 / Rubrik : DH / Penulis :


YOMALA akher an meke!" Kalimat ini tidak keluar dari mulut
bintang India, melainkan ucapan seorang kepala suku di
pegunungan Jayawijaya Irian Jaya. "Disini tumpah darahku",
ujarnya. Sorot matanya yang tajam menyelusuri tubuh reporter
TEMPO, sejak unjung rambut, dahi, baju, celana, sampai sepatu.
Lalu pandangnya beralih ke pinggangnya sendiri yang dililit
seutas tali plastik merah pengikat 'pakaian' dari kulit labu
kering: koteka. "Kami sudah biasa hidup begini dengan
adat-istiadat sendiri. Kami jangan di paksa meninggalkan
kebiasaan ini. Bagaimana kalau anda saya suruh buka pakaian anda
hidup seperti kami? Orang-orang tua disini sulit meninggalkan
kebiasaan. Kalau pemerintah mau didiklah anak-anak kami supaya
pandai dan ajarlah mereka berpakaian. Saya sendiri -- begitu
pula orang-orang tua lainnya -- sudah menyerahkan anak-anak ke
sekolah."

; Cara-cara paksa atau bukan tapi apa yang diceritakan itu memang
terjadi setahun lampau. Orang-orang zaman batu itu dikumpulkan,
disuruh menanggalkan koteka untuk diganti 'celana bertali' --
sebutan sedikit sopan untuk celana kolor -- di bawah
tepuk-tangan pejabat dalam sebuah upacara. Tak sampai setahun
celana itu pun hancur dan mereka kembali mengeringkan kulit buah
labu. Kecuali belum pernah mengenal sabun, mereka pun tak mampu
membelinya; apalagi sepotong celana. Dan inilah kenyataan dari
sebagian "Operasi Koteka" sebagai "suatu keharusan objektif bagi
pembangunan Irian Barat" sebagaimana ditulis oleh Dinas Sejarah
Militer Kodam Cendrawasih.

; Brotosewoyo Naik Pitam

; Namun tentulah tak adil menimpakan mubazirnya ribuan "celana
tali" dan kain sarung ke pundak pemikir "Operasi Koteka":
Brigjen Acub Zainal. Dasar operasinya masih lemah, apalagi tanpa
imbangan tindak-lanjut yang serasi, antara lain menumbuhkan daya
beli mereka. "Mereka bukan belum mengenal pakaian, tapi belum
berpakaian karena tidak mampu membelinya," kata Presiden Suharto
bulan Nopember 1969 di Istana Bogor. Sekalipun pagi-pagi
Presiden sudah memperingatkan, toh baru sekarang ditangani agak
bersungguh-sungguh oleh Task Force Pembangunan Masyarakat
Pedalaman Irian Jaya yang dikendalikan dari Departemen Dalam
Negeri, di mana "Operasi Koteka" pernah dimasukkan setengah
paksa tempo hari: Dengan Rp 750 juta per tahun, Task Force
membuka proyek-proyek pendidikan pertanian dan resettlement
(pemukiman kembali).

; Untuk pendidikan dan pertanian, di pilih putera-putera asli
daerah dengan harapan kelak menyebar dan mempraktekkan
pengetahuan mereka di daerah asal. Pemukiman-kembali diusahakan
dengan mendekatkan penduduk asli ke kota-kota yang sudah
memiliki sarana perhubungan sehingga terjalin kontak dengan
peradaban yang lebih maju. Tirai isolasi selama…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

H
HORMAT BENDERA, DUA KALI SEHARI
1985-02-02

Semua siswa diwajibkan memberi hormat bendera merah putih sebelum dan sesudah pelajaran. selain memasang wayang…

A
ANCAMAN-ANCAMAN DARI PUNCAK
1985-01-26

Tanah di kawasan puncak menjadi labil dan kualitas serta kuantitas air menjadi merosot. presiden meminta…

A
ANTRE BEBAS BH DI JAWA TENGAH
1984-04-21

Beberapa kabupaten dan kotamadya di jawa tengah, di nyatakan bebas buta huruf.