Menggigit Jari, Menyentil Koteka

Edisi: 13/03 / Tanggal : 1973-06-02 / Halaman : 42 / Rubrik : DH / Penulis :


Sehari sebelum Obaharok d lpertemulian dengan 5 wartawan Jakarta
di Wamena tanggal 27 April reporter Martin Aleida lebih dahulu
menemui kepala suku Dani itu di kampungnya di Mulima. Jarak
Wamena-Mulinza ditempuh dalam 8 jam pulang pergi dan Martin
lisertai seorang penterjemah yang menuruf katanya masih punya
hubungan darah dengan Obaharok. Laporannya:

; BELUM sempat makan siang, jam 11 saya berangkat meninggalkan
Kota Wamena. Belum terbayang bagaimana bentuk kampung Mulima
tempat Obaharok bermukim, kecuali gambaran dari Puluk --
penterjemah -- bahwa kampung itu hanya terdiri dari beberapa
honei. Ternyata perjalanan ke sana cukup jauh. Lupa membawa
bekal, sehari suntuk cuma makan ubi rambat. Itupun saya peroleh
dari seorang petani di sebuah ladang tempat saya singgah
mengatur nafas. Sekedar penawar haus, saya ciduk air tawar dari
dua buah sungai yang harus saya scberangi, lebarnya
masing-masillg 50 dan 10 meter. Dingin bukan main.

; Plastik

; Berpapasan dengan beberapa penduduk asli, saya hlpa menghitung
berapa orang. Tapi satu hal yang tak terlupakan: berlomba
mengucapkan salam terasa persahabatan mereka yang hangat.
"Nara!" teriak mereka menyambut tamu pria, atau "laok!" untuk
yang wanita. Ada kalanya disertai saling berpegangan tangan,
jabat-tangan persahabatan yang tidak hanya antara sesama jenis
tapi juga antara lelaki dan perempuan. Dengan langkah-langkah
sigap mereka menuju kota menjual hasil bumi seperti kol dan
jagung. Ada pula yang sekedar ngelencer, kentara dari
dandanannya: rambut, dahi, bahu dan sebagian dada dipolesi
minyak babi campur arang. Orang-orang yang tergolong kaya
menggendong anak babi. Yang pria mengnakan koteka terbuat dari
kulit buah labu kering dengan tali dari kawat atau plastik.
Gadis perawan mengenakan sali, terbuat dari serat
tumbuh-tumbuhan berumbai ke bawah. Perempuan yang sudah
berumah-tangga mengenakan yokal, rumbai-rumbai yang melintang
dari kedua sisi pinggang. Dada telanjang, perut membuncit. Cuma
kaum pria saja yang berkalung manik-manik di leher. Satu kali
saya berpapasan dengan serombongan penduduk asli digiring polisi
bercelana pendek. Mungkin terlibat dalam sebuah perkara. Merasa
tak lagi asing berjumpa dengan pendatang, terkadang mereka lebih
dulu memberi salam sebelum saya sempat buka suara. Ada pula yang
berhenti lalu menghampir dan memegang dengan saya kuat-kuat.
Rantai kamera dari logam sangat menarik perhatian mereka. Saya
mencoba menawarkannya, tapi mereka menolak karena "kalau
dilepas, itu bisa jatuh".

;…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

H
HORMAT BENDERA, DUA KALI SEHARI
1985-02-02

Semua siswa diwajibkan memberi hormat bendera merah putih sebelum dan sesudah pelajaran. selain memasang wayang…

A
ANCAMAN-ANCAMAN DARI PUNCAK
1985-01-26

Tanah di kawasan puncak menjadi labil dan kualitas serta kuantitas air menjadi merosot. presiden meminta…

A
ANTRE BEBAS BH DI JAWA TENGAH
1984-04-21

Beberapa kabupaten dan kotamadya di jawa tengah, di nyatakan bebas buta huruf.