Mungkinkah Mengais Pajak ?

Edisi: 16/03 / Tanggal : 1973-06-23 / Halaman : 47 / Rubrik : KT / Penulis :

DUA tahun yang lalu Ali Sadikin pernah berkata bahwa ia "tidak
bisa di minta terus-menerus menggerogoti kantong penduduk dengan
rupa-rupa pajak". Ucapan seperti itu rupanya terpaksa sedikit
diralat. Tiga pekan lalu, Kepala Daerah Jakarta kembali bersuara
ingin mengkutak-kutik beban yang harus ditanggung penduduk DKI:
pajak-pajak bakal dinaikkan sampai 8 kali. Mengapa Sadikin
begitu getol untuk menggenjot suhu pajak ke atas, kiranya banyak
orang sudah tahu, meskipun tidak berarti setuju. Suara gemericik
itu "rampok-rampok bertangan satu" alias "jackpot" akhirnya
disumbat oleh Kopkamtib untuk selama-lamanya dan di mana saja.
Belum jelas mengapa penguasa tunggal di kota-kota besar lain
yang punya mesin-mesin "jackpot" tidak tampak seresah Ali
Sadikin. Tapi bagi Jakarta, diberangusnya objek pajak daerah
seperti tereantum dalam Undang-undang nomor 11 Drt 1957 tentang
Peraturan Umum Pajak Daerah, sama artinya dengan menutup kran
sumber pemasukan yang bukan main besarnya.
"Penerimaan-penerimaan dari pajak judi sudah kepalang dimasukkan
dalam anggaran dan belanja DKI", seru bang Ali seperti merasa
ditotok. "Dari mana harus saya cari yang 1,6 milyar rupiah".
Memang, dari 17,5 milyar anggaran penerimaan dan belanja DKI
yang dipasang untuk tahun 1973/1974, andil yang masuk dari
"jackpot" cukup besar, disamping 3 milyar rupiah yang mengalir
dari itu tiga besar kasino ibukota.

; Ada yang mengharap Gubernur Sadikin mau mengendurkan arus cepat
pembangunan guna memperkecil bebannya, sebagai salah satu
alternatif jalan keluar. Tapi bagi seorang administrator yang
menilai suatu taktik langkah mundur sebagai "boomerang" yang
bisa melunturkan dinamika pembangunan ibukota,…

Keywords: -

---

Foto Terkait