Pon Viii ; Pon Viii Ambisi Ke Arah Prestasi

Edisi: 22/03 / Tanggal : 1973-08-04 / Halaman : 44 / Rubrik : OR / Penulis :


ALl SADIKIN berseragam seorang atlit Jaya. Ia mengenakan
trainingspak oranye, bertopi lapangan dan memakai sepatu karet
putih. Orang niscaya sukar membedakan pimpinan Kontingen DKI
Jaya ini dari anakbuahnya. Hari itu 6 September 1969 petang,
sesaat menjelang upacara penutupan PON VII di Stadion "Gelora 10
Nopember". Surabaya. Lebih 50.000 pengunjung melimpah-ruah
sampai batas garis lapangan hijau, dimana sebentar lagi team DKI
Jaya akan berhadapan dengan team Sumatera Utara memperebutkan
Mahkota PON VII: Kejuaraan Sepakbola. Tiba-tiba gubernur yang
langsung memimpin rombongan atlitnya itu menerobos naik ke
tribune VIP. Ia naik pitam. Dicarinya panitia penyelenggara.
Dari mulut terlontar tuntutan keras supaya salah satu pintu
stadion segera dibuka. Karena anak-buahnya yang tiba pada
waktunya sudah cukup lama menunggu.

; Seluruh mata hadirin terpusat pada dia, tapi Ali Sadikin tidak
ambil peduli. Suasana sore itu sungguh di luar dugaan dan di
luar kuasa tuan-rumah. Kontingen Jaya yang sejak tanggal 24
Agustus - pembukaan PON VII - telah mengantongi 102 medali emas,
64 perak dan 49 perunggu tiba pada klimaksnya: memperebutkan
emas atau perak yang terakhir. Nyatanya peraklah yang mereka
peroleh setelah ditundukkan Kesebelasan Sumut 1-2 dalam
pertandingan yang dibubuhi perkelahian. Peristiwa yang menodai
PON VII itu kini tinggal menjadi kenangan. Dan agaknya tak
terhapus oleh spanduk-spanduk berslogan "terima kasih pada
rakyat Surabaya" dan lainnya yang berbau "demi persatuall dan
kesatuan bangsa" yang dibawa serta Kontingen Jaya.

; Juara Maksiat

; 650 atlit PON VII Jaya memang menonjol. Mereka memindahkan
kehidupan Ibukota ke asrama Wonohitri di mana Ali Sadikin
sendiri tinggal bersama mereka. Sikap yang oleh sementara ke-25
kontingen lainnya di ejek sebagai "serba sok", dijawab anak-anak
Ibukota dengan selalu unggul dalam pengumpulan medali di hampir
seluruh klasemen. Benarkah anak-buah Bang Ali hanya mementingkan
kemenangan dari pada persatuan dan kesatuan bangsa? Kontingen
Jaya memang Juara Umum, tapi "kalau bukan untuk persatuan dan
kesatuan bangsa buat apa kita datang ke sini", ujar Ali Sadikin
menangkis tuduhan yang mengecilkan arti kemenangan Kontingen
Jaya. Dalam benak gubemur Jakarta ini, hanya prestasi dan sekali
lagi prestasi yang akan dibawa pulang. la latang sendiri ke
kolam di Malang, di mana sebagian besar medali emas dicetak
perenang-perenang Jaya. Pendeknya, bak seorang Caesar, Ali
Sadikin datang, melihat dan menang, meski harga kemenangan itu
dibayar dengan berpuluh-puluh juta rupiah.

; Soal berapa…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

H
Hidup Ayrton Senna dari Sirkuit ke Sirkuit
1994-05-14

Tanda-tanda maut akan mencabut nyawanya kelihatan sejak di lap pertama. kematian senna di san marino,…

M
Mengkaji Kans Tim Tamu
1994-05-14

Denmark solid tapi mengaku kehilangan satu bagian yang kuat. malaysia membawa pemain baru. kans korea…

K
Kurniawan di Simpang Jalan
1994-05-14

Ia bermaksud kuliah dan hidup dari bola. "saya ingin bermain di klub eropa," kata pemain…