Bila Sri Ketemu Martinus (dan Mau..

Edisi: 44/03 / Tanggal : 1974-01-05 / Halaman : 04 / Rubrik : NAS / Penulis :


DUA Minggu lalu, palu diketukkan, UU Perkawinan lolos, dan DPR
dengan patuh memenuhi jadwal yang ditentukan Pemerintah. Sejarah
akan mencatat buat pertama kali itu satu Pemerintah Indonesia
berhasil menggolkan sebuah UU yang begitu rumit. Tapi nampaknya
beberapa soal pokok perihal perkawinan masih terlepas dari
ketentuan hukum negara itu. Jamal Ali, Ketua Panitia Kerja DPR
yang terakhir merumuskan rancangannya, minta dimaklumi: "UU ini
hanya merupakan registrasi dari masa sekarang untuk masa depan".

; Kelihatannya masa depan tak terlalu jauh terletak di muka, jika
dilihat soal-soal yang sudah menanti. Misalnya soal perkawinan
antara dua orang yang berbeda agama. Seakan-akan melupakan
adanya perkawinan macam itu, UU tak menyebut cara
penyelesaiannya dengan tegas. Definisinya tentang perkawinan
campuran (Pasal 57) ialah "perkawinan antara dua orang yang di
Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan dan salah satu fihak berkewarganegaraan
Indonesia". Tak ada disebut hal perbedaan agama. Mungkin
ketentuan agamalah yang harus memutuskan soal ini. Ini melihat
Pasal 2 ayat 1 yang banyak dipertentangkan itu: "Perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu". Tapi jika si A beragama Kong
Hu Cu dan ingin kawin dengan si B yang beragama Hindu Bali,
menurut agama manakah mereka harus menikah? Kasus begini, yang
bukan kasus impian, lebih sulit lagi diselesaikan
mengingat tuntutan satu agama terhadap perkawinan campuran bisa
bertentangan dengan tuntutan agama lain yang ternyata dipeluk si
pacar.

; Mengejutkan

; Mungkin karena gelapnya ketentua UU tentang hal ini berita
Harian Kami 22 Desember menyebutkan bahwa UU "melarang
perkawinan antar Agama". Jika benar demikian, sepasang manusia
Indonesia harus menyatukan agama dulu sebelum menyatukan diri
dalam keluarga --atau kalau tidak, menggagalkan rencana nikah.
Tapi tak selalu mudah begitu. Maka agak mengejutkan jika berita
Harian Kami menyebutkan pula bahwa larangan perkawinan antar
Agama itu sesuai dengan yang dituntut golongan Islam. Sebab
larangan itu bisa dianggap orang Islam sendiri sebagai
penyempitan terhadap ketentuan Quran, yang tak menyatakan
larangan umum dalam hal ini: seorang Muslim boleh kawin dengan
orang yang tergolong Ahlul Kitab. Dalam teks Quran: Si muslim
itu laki-laki meskipun bukan tidak ada kecenderungan tafsir yang
lebih longgar.

; Tapi bukan mustahil jika golongan Islam dalam memperjuangkan
pasal ini beberapa waktu yang lalu di DPR memang berniat
mengadakan larangan terhadap perkawinan campuran. Ini mengingat
oposisi sengit mereka terhadap Pasal 11 ayat 2 RUU Perkawinan
yang semula, yang diajukan Pemerintah di akhir Juli Pasal itu
menyebut Perbedaan karena kebangsaan suku bangsa negara asal
tempat asal agama kepercayaan dan keturunan tidak merupakan
penghalang perkawinan". Prof Dr H.M Rasjidi yang menuduh RUU
semula sebagai "Kristenisasi dalam selubung" secara istimewa
menyerang pasal tersebut. Ia mengingatkan adanya larangan hukum
Islam bagi seorang wanita Muslim yang mau kawin dengan pria yang
beragama lain. "Bahkan", tulisnya di Abadi 2O Agustus.…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?