Menopang Wayang
Edisi: 04/04 / Tanggal : 1974-03-30 / Halaman : 44 / Rubrik : SR / Penulis :
MELEDAK di bumi, huru-hara pun mengguncang Kahyangan kediaman
para Dewa. Takhta Bhatara Guru nyaris retak. "Gerangan apa
penyebab musibah ini kakanda Bhatara Narada?" tanyanya. "Ini
akibat adinda memotong kelamin kesatria Dharnarjati yang ingin
menjadi superman", jawab Narada kalem. Serentak dengan itu
Dhamarjati yang belum sembuh dari operasi menjelma menjadi Dewi
Tan-ana, wanita jelita dari Ketiadaan.
; Hari semakin senja. Alkisah, mengendarai lembu Handini --
Bhatara Guru melanglang buana. Berpapasan dengan Dewi Tan-ana,
nafsunya bangkit tak tertahankan. Menjelang matahari terbenam,
Dewi itupun mencebur ke Samudera Selatan. Puluhan Dewa tak
sanggup meng-hancurkan gelombang buih yang bergulung, yang
bahkan semakin membesar dan mengeras. Mendadak muncul bayi
perkasa dari dalamnya. Minta dikasih nama dan makan, ia mencari
ayahnya. "Bhatara Kala namamu. Kau hanya diizinkan makan
batu-batuan dan pepohonan kering", sabda Bhatara Guru. Tapi sang
Kala bahkan makan matahari.
; Purwacarita
; Dengan perut mual kepanasan, ia minta diizinkan makan manusla.
"Oke. Tapi hanya terbatas manusia-manusia yang saya sebut ini",
Bhatara Guru menjanjikan lalu menyebut calon korban
satu-persatu. Anak tunggal, dua bersaudara kembar, tiga
bersaudara (lelaki atau perempuan di tengah), empat atau lima
bersaudara (lelaki atau perempuan semua) dan anak-anak yang
lahir tak dikenal bapanya. "Semua boleh kau telan kecuali yang
sudah diruwat", sambung sang Guru lalu mengerahkan Dewa-Dewa
menghalangi operasi sang Kala. Bhatara Wisynu tampil. Menyamar
sebagai Ki Dalang Kandabuana ia mempergelarkan wayang kulit
semalam suntuk lakon Sudamala atau Murwakala di desa Purwacarita
-- untuk meruwat atau memelihara manusia dari teror Bhatara Kala
alias sang waktu.
; Dua minggu lalu Pekan Wayang II di Pusat Kcsenian Jakarta pun
dibuka dengan upacara ruwatan. Bekas Menteri Penerangan Haji
Budiarjo pun turun tangan. Tapi belum jelas apakah wayang
Dhamarjati akan disunat atau bahkan tambah disempurnakan.
Ngruwat itu sendiri memang punya arti memelihara. "Sesuai
dengan proses sejarah, jelas wayang bisa saja musnah. Bahaya ini
sudah bisa dilihat misalnya dengan hilangnya wayang Krucil (dari
kayu pipih), wayang Beber (kain bergambar adegan wayang) dan
sebagainya", kata Satyagraha Hoerip, sastrawan yang menulis buku
Bisma. "Dan omong kosong kalau wayang tak bisa berubah. Kalau
dulu dibikin raja-raja dan sekarang dikehendaki…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Dunia Kanak-Kanak dalam Dua dan Tiga Dimensi
1994-04-16Pameran faizal merupakan salah satu gaya yang kini hidup di dunia seni rupa yogyakarta: dengan…
Yang Melihat dengan Humor
1994-04-16Sudjana kerton, pelukis kita yang merekam kehidupan rakyat kecil dengan gaya yang dekat dengan lukisan…
Perhiasan-Perhiasan Bukan Gengsi
1994-02-05Pameran perhiasan inggris masa kini di galeri institut kesenian jakarta. perhiasan yang mencoba melepaskan diri…