Ekspansi Gedung Gedung Bertingkat
Edisi: 16/04 / Tanggal : 1974-06-22 / Halaman : 46 / Rubrik : KT / Penulis :
MENYUSURI sentrum ibukota di sepanjang jalan raya Thamrin, mata
orang bisa jadi silau. Di sana-sini pelbagai gedung jangkung
bagai berpacu menjulang, meski harga material pun membubung.
Sarinah nampak agak murung dan lusuh. Sebaris dengan dia,
beberapa proyek bangunan tinggi masih akan bermunculan lagi.
Sejangkauan mata memandang dari sana nampak hotel Jakarta sedang
memperlihatkan bentuk. Begitu pula di seberangnya, ada Menara
Pertamina yang telah mencapai lantai ke-23. Sebentar lagi
lapangan segitiga di seberang kolam renang HI (belakang Kedubes
Jerman) pun akan terisi dengan bangunan hotel Mandarin.
Tidak berjauhan dari sana kelak bakal mencuat pula sebuah
pencakar langit dari Bankÿ20Bumi Daya. Di sepanjang jalan-jalan
itulah segenap warga Jakarta setiap tahun memeriahkan hari jadi
kotanya yang hari ini genap berusia 447 tahun.
; Tiga Kepungan
; Hiruk-pikuk rupa-rupa bunyi dari kompleks pembangunan itu berbaur
dengan suara knalpot kendaraan yang hilir-mudik sepanjang hari.
Arus lalu-lintas ini pun tak kalah menarik untuk
diamati, bahkan sedikit bingung suka dipertanyakan orang: apa
saja sih urusan mereka merayahi jalan raya siang-malam? Tidak
kurang dari gubernur Ali-Sadikin sendiri yang mengomentarinya
sebagai "air bah yang tidak putus-putusnya sepanjang 24 jam.
Tapi, itulah Jakarta". Itu diucapkan ketika peresmian Taman
Monas yang punya air mancur bernyanyi. Taman maupun jalur hijau
di ibukota, disebutnya di samping berfungsi sebagai paru-paru
kota, juga merupakan peredam suara bising dari jalan raya.
Perkara redam-meredam ini nampaknya menyangkut pula kebisingan
lain yang mencap pembangunan Jakarta hanya buat orang kaya saja.
"Pembangunan taman ini seluruhnya menelan biaya Rp 1 milyar,
tapi semua lapisan masyarakat dapat menikmatinya secara
cuma-cuma", ujar Bang Ali.
; Namun di balik sanggahan itu ada kesan bahwa gubernur agak
berbasa-basi menyatakan sukacitanya tentang suatu hal: justeru
hingar bingar sepanjang hari di jalan raya itu, terbilang salah
satu pertanda menggalaknya kehidupan dunia bisnis di ibukota.
Ini memang satu fakta semenjak Jakarta dengan ramahnya membuka
diri bagi penanaman modal asing. Demikianlah peta bumi kota ini
bila dipandang dari ketinggian, menunjukkan bahwa Jakarta
dikepung di tiga sudut oleh empang-empang ikan, sawah-sawah dan
rawa, termasuk rawa asin. Bukan rahasia lagi jika disebut bahwa
Jakarta banyak memerlukan tanah. Tapi riwayatnya memang tak
terlepas dari cerita tempat bekas kodok dan bangkong bersemayam,
seperti. yang mungkin bisa dimintakan kesaksian para penduduk
asli di seantero Tanah Abang Sesaat setelah merdeka wilayah
Thamrin waktu itu masih berupa tanah rawa. Tapi setelah terbukti
dia bisa disulap adakah itu berarti banyak kesempatan pula
menggarap padang rawa yang masih tersisa? Menurut penyelidikan,
malah sampah yang berjumlah 7 ton sehari itu, ternyata tak cukup
memadai sebagai benda penguruk. Sedangkan lumpur pelabuhan
jarang sekali…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
LEDAKAN DI MALAM NATAL
1985-01-05Bom meledak di dua tempat di gedung seminari alkitab asia tenggara dan di gereja katolik…
SENAYAN MENUNGGU PAK DAR
1984-02-11Keppres no.4/1984, seluruh kompleks gelora senayan (tanah yang diperuntukkan asian games ′62), dinyatakan sebagai tanah…
YANG TERTIB DAN YANG MENGANGGUR
1983-04-09Berdasarkan perda no.3/1972, gubernur soeprapto, akan melakukan penertiban terhadap bangunan liar dan becak-becak. bangunan sepanjang…