Di Sekitar "silsilah Pop" Itu
Edisi: 36/04 / Tanggal : 1974-11-09 / Halaman : 45 / Rubrik : PT / Penulis :
Sedumuk bathuk, senyari bumi....
; PEPATAH Jawa itu tertanam benar maknanya dalam diri Presiden
Suharto. Mengandung arti bahwa setiap orang wajib membela
nama baik keluarga, pribadi serta tanah warisannya, kalimat
klasik itu pernah beberapa kali ia ucapkan. Misalnya, ketika
ada yang mencoba memburuk-burukkan Ibu Tien, hampir setahun
yang lewat. Kemudian, Senin pekan lalu. Di depan kira-kiraÿ20100
wartawan dalam dan luar negeri,ÿ20disertai Jaksa Agung,
Kepala-BAKIN,ÿ20Menteri Penerangan dan Menteri Sekretariat
Negara, Presiden berbicara. Santai tapi berwibawa, suara
baritonnya menguasai ruang kerja kepresidenan di Bina Graha
yang nyaris padat. Semua yang hadir --di antaranya juga Letjenÿ20
Ali Murtopo -- menyimak baik-baik selama hampir dua jam sejak
11.30 itu.ÿ20Sebab ini buat pertama kali -- dalamÿ20suatu kesempatan
yang hampir tak pernah terjadi 1 Kepala Negara menceritakan
secara publik satu bagian dari sejarah hidupnya. Mengapa?
Sedumuk bathuk, senyari bumi Sebuah majalah di Jakarta menjelang
akhir Oktober itu terbit dengan tulisan yang berjudul "Teka-Teki
Sekitar Garis Keturunan Suharto' Tulisan itu, dalam kata-kata
Presiden,ÿ20"tidak saja merugikan saya pribadi, tapiÿ20juga keluarga
dan leluhur saya". Maka pemimpin yang pada dasarnya pendiam ini
nampaknya terpaksa membentangkan hal yang selama ini tak
dianggapnya perlu untuk dikemukakan.
; Apalagi soalnya memang bukan sekedar soal seorang Suharto dan
familinya. Bagi Presiden, hal ini jelas benar. Mungkin sebab
itulah diundang juga sejumlah pejabat teras. Dan pertemuan itu
pun terjadi di Bina Graha, bukan di Jl. Cendana, tempat
kediaman. Kata Kepala Negara, "secara kebetulan .... dewasa ini
saya mendapat kepercayaan dari rakyat sebagai Presiden". Dengan
demikian, disebarkannya tulisan tentang apa yang disebut
"teka-teki" riwayat hidupnya, "tidak hisa kita nilai sebagai
suatu masalah yang kecil". Di manapun juga, memang tak seorang
Kepala Negara pun boleh membiarkan dirinya jadi obyek dugaan
yang bisa merusak nama baik dan wibawa. Karena posisi dan
tanggungjawabnya, ia selalu merupakan orang pertama yang dinilai
dalam hal sikap dan tindakan.
; Playboy
; Dan tulisan yang dimaksud itu memang, mau tak mau, menyebabkan
pembacanya akan menilai Suharto dari segi yang sebenarnya sangat
pribadi: hubungannya dengan orang tuanya. Terbit dalam POP yang
mentereng penuh gambar wanita cantik bagai majalah Playboy,
--tulisan 5 halaman itu bercerita tentang silsilah Pak Harto.
Kisahnya berbeda dari yang ditulis dalam The Smiling General
susunan O.G. Roeder. Menurut artikel ini, Suharto sebenarnya
adalah anak seorang priyayi keturunan Sri Sultan Hamengku Buwono
II. Priyayi ini bernama R. Rio Padmodipuro (kemudian: R.L.
Prawirowiyono). Pada suatu saat ia terpaksa menitipkan isteri
dan anaknya itu kepada orang desa yang bernama Kertorejo --
karena ia harusÿ20menikah lagi dengan puteri seorang Wedana yang
berpengaruh. Waktu itu si anak, katanya bernama R. Suharto, sudah
berumur antara 6 sampai 7 tahun. Suatu tragedi yang menyedihkan,
tulis majalah itu mengutip ucapan seseorang. Sejak itu sang
ayah di satu fihak, dan sang ibu serta si anak di lain fihak,
tidak mencoba saling berhubungan lagi. Sampai sang ayah meninggal
di tahun 1962, ia tak juga sempat melihat wajah puteranya yang
telah ia buang yang menurut POP dengan nada pasti tak lain adalah
Kepala Negara kini.
; Padahal Presiden Suharto, menurut POP sebenarnya tahu dirinya
adalah si anak yang hilang. Juga dikatakan bahwa Wakil Presiden,
Sri Sultan Hamengku Buwono IX, sudah mafhum. Maka dikisahkanlah
bagaimana kedua pemimpin tertinggi Republik ini pada suatu
kesempatan saling bertemu. Wakil Presiden menunjukkan kepada
Presiden sebuah daftar silsilah, yang berisi garis keturunan Pak
Harto dari fihak "ayahnya". Tanya Sri Sultan konon kepada
Presiden: "Sampun pirso sisilah punika?" (Apakah sudah tahu
silsilah ini?). Pak Harto menurut cerita POP, tampaknya sudah
tahu apa yang dimaksudkan Sri Sultan. Dengan spontan ia
menjawab: "Sampun, nandalem boten sisah ngutik-utik bab puniko.
Kulo sampun trimah dados tiyang dusun" (Sudah, anda tidak perlu
mengungkit-ungkit masalah itu kembali. Saya sudah terima jadi
orang desa). Sri Sultan kembali setengah mendesak. Ia menanyakan
bagaimana ia harus memanggil Suharto, "karena nyatanya masih ada
hubungan darah". Jawab Suharto: "Jelasnya saya Presiden, dan
anda Wakil Presiden. Titik".
; Ali Murtopo
; Suatu penemuan yang sensasionil dan sebuah kisah yang luar biasa
-- seandainya yang ditulis POP itu benar. Tapi ternyata tidak.
Tanggal 23 Oktober pagi, Probosutejo, adik Pak Harto dari satu
ibu lain bapak, membaca POP nomor itu. Ia tertarik bukan karena
wajah Lenny Marlina yang senyum segar pada omslah, tapi karena
yang tercetak dalam warna: tulisan menyolok: "EKSKLUIF. TEKA
TEKI SEKITAR GARIS KETURUNAN SUHARTO. SEORANG PUTERA PANGERAN
…
Keywords: silsilah keluarga presiden soeharto, 
Foto Terkait
Artikel Majalah Text Lainnya
MEMPERBAIKI KETURUNAN
1994-05-14Penyanyi ruth sahanaya ,27, menikah dengan jeffrey waworuntu, 29, di bandung. resepsi di hotel papandayan…
NOVELNYA LARIS UNTUK SINETRON
1994-05-14Y.b. mangunwijaya genap berusia 65 tahun. perayaan ulang tahunnya berlangsung di hotel santika, yogyakarta, dengan…
PENYAIR JUGA BAYAR LISTRIK
1994-05-14Penampilan rendra, 59, di panggung gedung olahraga kridosono, yogyakarta, memukau penonton. ia membawakan beberapa sajaknya…