Rayonisasi: Pusing, Pusing, Pusing; Repot Rayonisasi

Edisi: 45/04 / Tanggal : 1975-01-11 / Halaman : 48 / Rubrik : PDK / Penulis :


ORANGTUA mengeluh. Kepala Sekolah pusing. Ini berlaku hampir
tiap tahun di Indonesia yang sesak ditimbuni anak-anak. Tapi
awal 1975 ini, di Jakarta, keluhan dan rasa puyeng terasa datang
bertubi-tubi. Sebab, sementara peraturan SPP baru yang sudah
dikumandangkan pemerintah belum juga datang, kini ada peraturan
lain yang harus segera ditaati: rayonisasi.

; Dalam peraturan khusus untuk Jakarta ini, orangtua murid tidak
bebas lagi memilih sekolah bagi anaknya. Kali ini baru terbatas
pada tingkat SMP dan SMA. "Saya tak bisa lagi mengirim anak saya
yang bungsu masuk SMP Anu", protes seorang ibu di Grogol, "walau
pun semua kakak-kakaknya bersekolah di sana". Ia kini harus
menyekolahkan anaknya di sekolah yang termasuk rayonnya.
Meskipun dengan begitu sekolah lebih dekat ke tempat tinggal,
tapi ia tetap kurang ikhlas: sekolah di dekat situ tidak
terkenai sebagai sekolah yang bermutu.

; Tidak mengherankan bila ada kecaman bahwa peraturan .rayonisasi
"bertentangan dengan hak azasi". Tapi siapakah yang bisa
memutuskan adakah peraturan itu sah atau tidak, sesuai dengan
hak azasi atau tidak, "Kok berbicara soal hak azasi dalam
perkara ini", kata seorang kepala sekolah di daerah Menteng,
yang nampaknya kesal dengan peraturan rayonisasi tapi juga kesal
dengan tingkah sementara orang tua murid. "Bukankah hak azasi
sudah sering dilanggar - dan yang melanggar tidak pernah
dihukum?". Sementara itu orang-orang tua yang sinis sudah mulai
melihat: sebagaimana hak azasi juga bisa ditawar, di Indonesia
ini peraturan juga bisa ditawar. Maka tersebarlah bisik-bisik,
bahwa Kepala Sekolah Tertentu terima suap, karena ia memutuskan
soal ketentuan rayon. Atau, ada yang takut menolak permintaan
orang tua murid, yang, kebetulan berpangkat tinggi. Atau, ada
orangtua tertentu yang memalsukan alamat rumahnya - dan terpaksa
didiamkan karena dia "orang penting". Semua bisik-bisik ini tak
pernah dikemukakan - karena orang juga tidak berani ambil
risiko. Akibatnya tambah santer. Saling curiga tambah tebal.

; Pusing, Pusing

; Maka bisa dimengerti jika Djoko Sudibjo, Kepala Sekolah SMA
Negeri III Setiabudi Jakarta, sampai minggu lalu masih capek dan
pusing. Beberapa kali Ketua Koordinator Rayon X Jakarta Pusat
ini menggelengkan kepalanya. "Wah, pusing, pusing". Mengapa?
"Sistim rayon ini baru pertama kali ini dijalankan".

; Maka pada hari-hari pengumuman penerimaan murid baru, para
pimpinan sekolah harus berhadapan pula dengan para orangtua
murid yang anaknya ternyata tak berhasil diterima. Jumlah mereka
hampir sama, banyak dengan seluruh murid sekolah itu. Berjubel
bagaikan rapat umum. Masing-masing seperti berebutan ingin
menemui sang Kepala Sekolah.

; Nota & Amplop

; Satiyono, Kepala SMA Negeri VI Bulungan - salah satu sekolah
favorit yang lain - sepanjang hari-hari penerimaan murid baru
terpaksa harus menambah jumlah kursi tamu di ruang kerjanya
untuk menerima pengaduan nasib para wali dan orang tua calon
murid. Bawahannya harus turut sibuk untuk menentukan siapa-siapa
para orangtua yang berkerumun di -luar ruangan yang sudah
diperkenankan masuk menghadap. Tak begitu mengherankan benar
kejadian ini, kalau diingat bahwa sekolah yang terletak di
Kebayoran baru ini sudah lama terbilang favorit dan terutama
menjadi inceran warga sekitarnya (umumnya tergolong berada).…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Wajib Pajak atau Beasiswa?
1994-05-14

Mulai tahun ajaran ini, semua perguruan tinggi swasta wajib menyisihkan keuntungannya untuk beasiswa. agar uang…

S
Serba-Plus untuk Anak Super
1994-04-16

Tahun ini, sma plus akan dibuka di beberapa provinsi. semua mengacu pada model sma taruna…

T
Tak Mesti Prestasi Tinggi
1994-04-16

Anak cerdas tk menjamin hidupnya kelak sukses. banyak yang mengkritik, mereka tak diberikan perlakuan khusus.…