Pribumi & Non Pribumi Di Ruang ...

Edisi: 17/05 / Tanggal : 1975-06-28 / Halaman : 12 / Rubrik : PDK / Penulis :


PRIBUMI dan non-pribumi, bergaullah di sekolah! Begitu kira-kira
kehendak yang berlaku kini. Dan keluarlah beberapa instruksi
"pembauran" -di Sumatera tahun 1973 dan di Kalimantan Barat
sejak 1971 serta diperkuat lagi bulan yang lalu. Tapi tak semua
berjalan lancar.

; Di Pontianak keluar instruksi Kepala Perwakilan Dep. P & K
Kalimantan Barat, 3 Mei, diteken oleh Drs. A. Rasyid. Rasyid
baru beberapa bulan ditugaskan di Pontianak, setelah dikabarkan
"sukses" dengan pembauran di Jambi, posnya terdahulu.
Instruksinya: agar jumlah murid non-pribumi di semua kelas pada
sekolah (negeri, subsidi, bantuan dan swasta) harus paling
banyak 5O%. Bila perbandingan dengan murid pribumi lebih dari
50: 50, kelebihan murid "non-pri" itu harus dipindahkan ke
sekolah partnernya secara berangsur-angsur. Paling lambat 15 Mei
1975. Sekolah yang tempat dan lingkungannya tak memungkinkan
pemindahan murid untuk pembauran, akan dinegerikan, atau
ditempatkan Kepala Sekolah dan guru negeri. Sekolah yang tak
mampu melaksanakan instruksi ini menurut batas waktu 15 Mei itu,
harus ditangguhkan kegiatannya dulu.

; Di Pontianak sendiri reaksi terhadap instruksi itu tak nampak
terbuka. Setidaknya, pers setempat tidak kelihatan memuat
apa-apa tentang itu. Tapi ke harian Kompas di Jakarta seorang
bernama Aliman (d/h Liem Fung Men) beralamat Pontianak
mencurahkan isi hatinya. Instruksi itu, tulis Aliman,
"sungguh-sungguh di luar jangkauan otak kami". Di Kalimantan
Barat banyak daerah yang penduduknya 90 Tionghwa. "Sebagai
warganegara non-pribumi sebenarnya kami ingin sekali
menyumbangkan saham dan bakti kami untuk tanah air", tulis
Aliman pula, "tetapi kalau kepercayaan tidak diberikan kepada
kami, sekolah saja diuber-uber, disoroti terus-menerus, tidak
bebas memilih, lalu bagaimana?".

; Belum Pernah

; Pernyataan terbuka seperti itu sebelumnya belum pernah terdengar
keluar dari kalangan "non-pri", yang kebanyakan memang lebih
suka tutup mulut. Mungkin itu menunjukkan bahwa soalnya memang
cukup serius - maklumlah, menyangkut nasib anak-anak. Dalam
perasaan yang sama pula agaknya Jimmy Simanjaya, Kepala SMP
Santo Petrus di Pontianak berkata kepada TEMP0: "Kesan murid
ialah bahwa instruksi pembauran itu merupakan tindakan sefihak
kepada non-pribumi. Keputusan itu seolah-olah vonnis, bahwa
tidak ada bedanya antara non-pribumi yang sudah warganegara
dengan WNA".

; Tapi sebenarnya yang bereaksi terhadap instruksi pembauran tidak
cuma kalangan "non-pri". "Reaksi datang pula dari kalangan
pribumi", kata seorang pejabat Kabin Pontinak. "Anak mereka tak
mau dipindahkan ke sekolah swasta untuk dibaurkan". Pelbagai
sumber meneguhkan pernyataan itu. Karena kebnyakan sekolah
swasta di sana (dengan mayoritas murid "non-pri") adalah sekolah
Katolik, banyak orang tua Islam cemas kalau anak mereka
dibaurkan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Wajib Pajak atau Beasiswa?
1994-05-14

Mulai tahun ajaran ini, semua perguruan tinggi swasta wajib menyisihkan keuntungannya untuk beasiswa. agar uang…

S
Serba-Plus untuk Anak Super
1994-04-16

Tahun ini, sma plus akan dibuka di beberapa provinsi. semua mengacu pada model sma taruna…

T
Tak Mesti Prestasi Tinggi
1994-04-16

Anak cerdas tk menjamin hidupnya kelak sukses. banyak yang mengkritik, mereka tak diberikan perlakuan khusus.…