Parikesit, Sultan Terakhir

Edisi: 27/05 / Tanggal : 1975-09-06 / Halaman : 44 / Rubrik : TK / Penulis :


NAMANYA Parikesit. Lengkapnya Aji Muhammad Parikesit. Barangkali
karena ia sultan terakhir kerajaan Kutai Kartanagara (bertahta
sejak 1920) sekarang ia tidak membubuhkan gelar Al-adil
Khalifatul Mu'minin sebagaimana ayahandanya Sultan Aji Muhammad
Alimuddin atau kakeknya Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Tampaknya
seperti suatu kesengajaan kalau namanya mirip salah satu tokoh
pewayangan: Parikesit. Ada persamaan antara keduanya. Parikesit
yang sultan adalah raja terakhir kesultanan Kutai menjelang masa
Republik Indonesia. Dan Parikesit yang wayang adalah pula raja
terakhir dunia pewayangan zaman purwa menjelang 'masa baru' dari
zaman madya. Bedanya, Parikesit wayang adalah keturunan terakhir
dinasti Pandawa Lima sementara Parikesit sultan justru tokoh
penengah dari keempat saudara lelakinya. Dua orang kakaknya,
Pangeran Sumantri dan Pangeran Sosronagoro sudah wafat, sedang
kedua adiknya, Pangeran Tumenggung Pranoto dan Pangeran
Kartanegara, kini tinggal di Jakarta. Sekalipun Parikesit bukan
anak sulung, toh ia yang menjadi Sultan. Cara pengangkatan raja
di Kutai memang agak lain. Setelah melalui musyawarah para
bangsawan (Pangeran dan Raden-Raden), calon terpilih lalu
dimintakan pengakuan rakyat lewat petugas-petugas di semua
pelosok. Baru pemerintah Belanda (yang juga menanggung biaya
pestanya) mengukuhkannya.

; Istana kesultanan itu kini terletak di hilir Tenggarong tepian
sungai Mahakam, tak jauh dari kota Samarindi kawasan Kalimantan
Timur. Dulu memang sering berpindah-pindah. Namur, sejak Sultan
Aji Muhammad Sholahuddin bertahta (1782-1850) menetap di
Tenggarong. Dan di masa Sultan Aji Muhammad Idris, pusat
pemerintahan berada di hilir Tenggarong sekarang. Wilayahnya
(dulu) meliputi daerah-daerah yang kini menjadi kabupaten Kutai,
kotamadya Samarinda dan kotamadya Balikpapan. Daerah-daerah
selebihnya di Kalimanan Timur dikuasai oleh Kesultanan Pasir dan
Berau. Tampaknya janggal bahwa wilayah itu begitu kuat
memantulkan pengaruh kebudayaan Jawa. Bukan hanya sistim
pemerintahan dan tatakrama dalam kraton, tapi juga adat-istiadat
rakyat -- bahkan juga cara berpakaian wanita-wanitanya.

; Bukan First Lady

; Kalau diingat bahwa kehidupan para bangsawan kraton sejak dulu
berkiblat ke Majapahit, maka pengaruh semacam itu tidaklah
mengherankan lagi. Dulu, setiap raja Kutai memerlukan berkunjung
ke Majapahit, khusus mempelajari tatakrama seorang raja. Dan
para menterinya pun menyusul pula ke sana belajar tatakrama
kerajaan kepada menteri Majapahit. Patih Kutai pun tak
ketingalan berguru kepada Maha Patih Gajah Mada. Maka di kraton
Kutai banyak dijumpai nama-nama yang berasal dari bahasa Jawa
Kuno seperti nawolo (surat). Ada pula seperangkat gamelan Jawa
lengkap dengan wayang kulitnya, berasal dari zaman Mataram.
Bahkan sampai saat terakhir masih ada ketentuan: raja Kutai…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
DICK, SI RAJA SERBA ADA
1984-01-21

Pengusaha, 50, perintis toko serba ada, gelael supermarket. juga pemilik restoran kentucky, dan es krim…

P
PENGAWAL DEMONSTRAN DI MASA TRITURA
1984-01-14

Letjen (purn), 60. karier dan pengalamannya, mengawal para demonstran kappi/kami pada saat terjadi aksi tritura…

A
AHLI NUKLIR, DALAM WARNA HIJAU
1984-01-28

Achmad baiquni, dirjen batan, ahli fisika atom yang pertama di indonesia.