Begadang Boleh Saja, Asal Ada...
Edisi: 52/05 / Tanggal : 1976-02-28 / Halaman : 47 / Rubrik : TK / Penulis :
NYONYA Tuti Burda senang musik. Kalau tak ada pertunjukan, yang
selalu hampir tak dilewatkannya, di rumahnya di Tasikmalaya ia
tak pernah absen menikmati musik dari radio. Suaminya, seorang
perwira pertama TNI AD, lebih suka sandiwara. Bahkan ia memimpin
grup kesenian Sunda Lutung Kasarung. Tapi juga suka lagu
Cianjuran. Suatu malam, 9 tahun yang lalu, mereka nonton
rombongan sandiwara Irama Baru. Pulangnya perut sang nyonya
bergejolak. Maklum sudah 9 bulan mengandung. Beberapa jam
kemudian lahirlah anaknya yang kedua, lelaki. Mereka sepakat
memberinya nama Irama, seperti nama grup yang barusan ditonton.
Sejak kecil mendapat julukan Oma, umur 17 tahun anak itu hampir
saja meninggal karena sakit perut. Sekarang ia bernama Oma
Irama. Siapa yang belum mendengar nama biduan "dangdut" yang
terkenal itu?
; Dari seluruh anak-anak nyonya Tuti Burda (yang suaminya kini
sudah almarhum tapi ke-12 anaknya masih utuh), hanya 2 orang
yang mewarisi 'darah seni' orang tuanya. Selain Oma Irama adalah
Anna Bahfen, anak ke-5, biduanita Orkes Melayu Chandralela. Awal
perjalanan karir Oma sendiri dimulai dari iseng-iseng nyanyi di
hawah pohon sawo di kampung Bukitduri atau di tepi jalan Tebet
Utara. Suaranya lantang. Iringannya cuma gitar dan tepukan
tangan atau pukulan bangku kawan-kawannya. Beberapa waktu
kemudian ia menyanyi untuk sebuah orkes melayu di kampungnya.
Tapi di luar ia bergabung dengan band anak-anak muda Tebet
seperti Tornado atau Varia Irama Melody. Itu ketika ia masih
duduk di bangku SMP dan kemudian SMA, 1960. Justru karena begitu
getol nyanyi itulah, sekolahnya agak berantakan. Konon juga
karena faktor ekonomi yang tak mengizinkan, di SLA ia pernah
pindah sekolah sampai 4 kali: negeri, Kristen, bersubsidi.
Kuliahnya di Fakultas Sospol Untag pun hanya sempat diikutinya
selama setahun. Ia memang pernah punya cita-cita lain. Bahkan
almarhum ayahnya dulu pernah menginginkan Oma menjadi dokter.
Kini ia sukses sebagai penyanyi. Pernah tertarik lagu-lagu
Beatles, ia masuk band The Gay Hand. Ketika itu bahkan ia merasa
mampu menirukan gaya penyanyi-penyanyi Barat yang terkenal
seperti Paul Anka, Tom Jones atau Andy Williams.
; Namun kawan-kawannya lebih sering mendorong-dorongnya membawakan
lagu-lagu India atau Melayu. Tahun 1968 ia menyanyi untuk Om
Purnama. Di sinilah ia bertemu dengan Elvy Sukaesih, pasangan
duetnya yang awet sampai tahun kemarin. Melihat kemampuan itu,
tahun berikutnya Hussein Bawafie pemimpin OM Chandralela,
mengajaknya rekaman. Ia menyanyikan lagu Ingkar Janji. Dua tahun
kemudian nasib Oma Irama mulai berubah. Ketika rekamannya Bina
Ria (bersama OM Purnama, 1971) berhasil menduduki tempat pertama
dalam deretan lagu-lagu Melayu, sedikit demi sedikit (tapi
pasti) namanya mulai menanjak naik. "Itulah sebabnya kemudian
saya berketetapan hati membawakan lagu-lagu Melayu", ujarnya 2
pekan lewat di rumahnya kawasan Kebonbaru Tebet Timur.
; Mengaku "rumah ini hadiah dari PT Yukawi", tempat tinggal Oma
Irama ini tak begitu jauh dari perumahan pelawak-pelawak Eddy
Sud dan Ateng, penyanyi Muchsin-Titiek Sandhora dan pembawa
acara Krisbiantoro. Bangunan mewah yang berdiri di atas tanah
tak kurang dari 400 meter peregi itu kabarnya berharga sekitar
Rp 27 juta. Kecuali kolam yang indah, ada pula ruangan khusus
tempat latihan OM Soneta.…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
DICK, SI RAJA SERBA ADA
1984-01-21Pengusaha, 50, perintis toko serba ada, gelael supermarket. juga pemilik restoran kentucky, dan es krim…
PENGAWAL DEMONSTRAN DI MASA TRITURA
1984-01-14Letjen (purn), 60. karier dan pengalamannya, mengawal para demonstran kappi/kami pada saat terjadi aksi tritura…
AHLI NUKLIR, DALAM WARNA HIJAU
1984-01-28Achmad baiquni, dirjen batan, ahli fisika atom yang pertama di indonesia.